Pemkab Brebes melalu Dishub Brebes melakukan kebijakan membuat barikade di jalan utama menuju alun-alun Brebes pada tanggal 26 Agustus 2020 kemarin. Hal ini menurut Dishub Brebes dimaksudkan untuk membatasi akses masuk kendaraan besar seperti truck melewati jalan utama alun-alun. Namun setelah kebijakan itu berlangsung beberapa hari, muncul banyak sekali respon, salah satunya dari tokoh sejarawan Brebes.
Menurut salah seorang sejarawan Brebes, Wijanarto, semua alun-alun di Jawa, itu berfungsi sebagai ruang publik, tak terkecuali. Makanya, ia meminta segala kebijakan untuk mengatur alun-alun tidak boleh asal-asalan. Melainkan harus melihat sisi sejarah, kosmologidan fungsi utamanya.
"Contohnya kemarin, Bupati Idza Priyanti, alun-alun Brebes dibuatkan WC dan bangunan semacam benteng. Itu menurut hemat saya tidak usah terlalu tinggi (bentengnya). Karena akan menutupi alun-alun. Padahal fitrahnya, alun-alun harus terbuka", kata Wijan.
Wijan sendiri tidak mempermasalahkan kebijakan Pemkab Brebes salam hal pembatasan akses jalan di depan alun-alun dari kendaraan besar yang berakibat ketidaklancaran jalan. Tetapi pendapatnya, kebijakan itu juga harus seirama dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat juga. Toh hakikatnya, yang memiliki dan menikmati masyarakat juga.
"Kalau untuk menghalau kendaraan besar yang mau masuk alun-alun itu bagus, jadi pengunjung bisa nyaman. Akan tetapi, harus disediakan area parkir di luar alun-alun untuk kendaraan besar. Contohnya bus yang membawa jamaah ziarah yang akan ibadah di Masjid Agung", jelasnya.
“Padahal, dengan adanya pengunjung dari luar kota itu dapat menambah penghasilan bagip para pedagang. Sebab, para pengunjung ini pasti akan mencicipi kuliner khas Brebes seperti kupat dan sate blengong. Pemangku kebijakan harus memikirkan konsep alun-alun ini. Bikin ruang semenarik mungkin. Dulu pernah ditata pedagang di trotoar. Kalau sekarang semakin banyak pedagang jadi tidak tertampung," ungkap Wijan.
Seperti diketahui, alun-alun di daerah manapun, termasuk Brebes adalah sebuah titik sentral. Tempat yang seringkali ramai di jam berapapun. Dahulu, alun-alun adalah tempat yang penting bagi raja. Di antara yang membuat alun-alun penting bagi seorang raja adalah lokasinya strategis dan luas. Jadi kapanpun raja/ Adipati/ penguasa bisa mengumpulkan rakyatnya untuk memberikan pengumuman, mempublikasikan peraturan atau fatwa sampai tempat untuk menghabiskan waktu.
Namun, setelah perubahan zaman sekarang, nampaknya alun-alun tidak dinilai penting oleh penguasa, dalam hal ini bupati. Karena kita ketahui, di zaman modern ini menginformasikan sesuatu atau mempublikasikan aturan atau fatwa bupati itu bisa melalui media. Media baik online maupun cetak. Jadi kini alun-alun tidak diperlukan lagi dalam hal ini.
Zaman sekarang juga, bupati (baca: semua bupati) tidak lagi menggunakan alun-alun sebagai tempat menghabiskan waktu sekedar duduk melihat dan mengamati masyarakatnya serta bertegur sapa dengan mereka, seperti penguasa zaman dulu. Mungkin sekarang hal tersebut hanya bisa ketika di momen-momen besar saja.