Pojok Pantura | PojokPantura.Com - Menjadi orang Islam, kita harus siap dituntut menjadi saleh secara vertical kepada Allah sang maha pencipta. Orang Islam juga diwajibkan menjadi saleh secara horizontal kepada hamba-hambaNya. Contoh bukti kesalehan kepada Allah adalah dengan shalat, puasa, berdzikir dan mengimani qada’ serta qadarnya Allah. Sedangkan contoh bukti kesalehan kita kepada sesama hamba-hambaNya yang lain seperti dengan mengasihi dan menyayanginya.
Kita ketahui bersama bahwa Allah sangatlah suka kepada hambaNya yang mampu mengasihi hamba-hambaNya yang lemah. Dalam perjalanan hidup kita sehari-hari, tanpa disadari banyak kesempatan yang kita abaikan untuk mengasihi hamba-hambaNya yang lemah.
Sebenarnya, selain menolong hamba-hambaNya yang lemah itu sebagai sebuah kewajiban, mereka juga sebagai ladang amal kebaikan kita, jika kita mau menolong mereka dengan hati senang dan ikhlas. Lalu siapakah orang dimaksud hamba-hamba Allah yang lemah itu?
Hamba-hamba Allah yang lemah disekitar kita adalah mereka yang membutuhkan pertolongan. Seperti contoh fakir, miskin, orang yang banyak hutang, musafir, muallaf, yatim dan piatu, orang yang terkena musibah dan orang yang terdzalimi. Kemudian, apa yang bisa kita bantu untuk mereka?
Semua hal yang mereka butuhkan dan kita mampu usahakan, maka kita sebagai umat Islam harus membantunya. Praktiknya, jika mereka membutuhkan harta dan benda, maka semampunya kita kasih. Jika mereka menginginkan bimbingan, semisal seorang muallaf, maka semampunya kita bimbing atau kita arahkan kepada yang ahlinya, bantuan advokasi dan hal-hal lain yang kiranya bagi kit aitu sederhana tetapi bagi mereka itu bermanfaat.
Jangan sampai kita abai terhadap hamba-hamba Allah yang lemah. Karena nanti di hari kiamat, kita akan dimintai pertanggungjawaban atas semua perbuatan dan keabaian kita di dunia. Hal ini sudah tergambar jelas dalam sebuah hadist Rasulullah SAW yang menceritakan saat dimana seorang hamba yang menangisi keabaiannya terhadap hamba-hamba Allah yang lemah.
Rasulullah SAW pernah bercerita betapa wujud kasih sayang Allah SWT kepada semua makhluknya yang lemah, terutama dari jenis manusia. Ketika hari kiamat nanti, Allah akan menanyai hamba-hambaNya mengenai perilakunya terhadap saudaranya yang lain, yang tergolong orang-orang lemah.
Datanglah hari kiamat itu. Kepada salah seorang hamba-Nya, Allah bertanya, “Wahai anak Adam. Dahulu Aku sakit, namun mengapa kamu tak mengunjungiku.” Sang hamba yang keheranan atas pertanyaan Tuhannya itu, lantas berbalik bertanya kepadanyaNya. “Wahai Tuhanku. Bagaimana mungkin aku menjenguk di masa sakitmu, sedangkan Engkau adalah Tuhan segala semesta dan Engkau Tuhan maha perkasa?”
Kemudian Allah menjawabnya, “Wahai hambaKu. Apakah kamu tak tahu ketika salah seorang hambaKu sakit, namun kamu enggan mengunjunginya? Perlu kamu ketahui, jika waktu itu kamu mengunjunginya, kamu akan mengetahuiKu di sampingnya?” Sang hamba langsung terdiam mendengar jawaban itu. Barangkali ia sedang merenungi kesalahan dan kelalaian masa hidupnya.
Setelah itu, Allah menegurnya kembali, “Wahai anak Adam,” dan langsung bertanya kepada hamabaNya, “Aku meminta sesuap nasi darimu, tapi kenapa kamu tak memberikannya.” Sang hamba bertambah heran lagi dengan pertanyaan TuhanNya itu. Ia rasa tak pernah melakukannya di dunia dahulu. Dalam kebingungannya, hamba itu terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Setelah tak mendapatkan jawaban, ia memberanikan diri untuk bertanya langsung kepada Tuhannya.
“Bagaimana mungkin aku memberiMu makan, sementara Engkau adalah Tuhan segala semesta dan maha pemberi?” Allah melanjutkan, “Apakah kau tak tahu, seorang hambaKu telah datang padamu dan meminta sesuap nasi, akan tetapi kau tak mengindahkannya? Tak tahukah kau jika saja dirimu memberinya makan saat itu, tentu kau akan menemukanKu di sampingnya?”.
Lalu Allah melanjutkan menghakimi hambaNya itu dengan pertanyaan-pertanyaan serupa sampai sang hamba menggigil ketakutan akibat konsekuensi kedzaliman yang ia perbuat sendiri. Allah SWT bertanya lagi, “kenapa kau tak memberiKu minum ketika Aku memintanya?” Kali ini sang hamba cuma dapat berpasrah. Ia luapkan permintaan maaf yang sama, “Tuhanku, bagaimana mungkin aku memberimu minum sementara Engkau adalah Tuhan pemilik segalanya?” “Apakah kau tak ingat, dulu telah datang padamu seorang hambaKu. Ia meminta minum padamu, tapi kau mengacuhkannya. Jika saja kala itu kamu memberinya apa yang ia pinta, tentu kau akan mengetahuiKu sedang bersamanya.”
Pada hakekatnya, agama Islam itu memiliki perhatian besar kepada mereka hamba-hamba Allah yang lemah. Maka bagi siapa saja pemeluk Islam, haruslah memiliki jiwa sosial yang tinggi. Rasulullah pun seringkali mengingatkan umat Islam tentang kedudukan tiap-tiap muslim. Salah satunya dalam hadist:
المسلم اخو المسلم, لايظلمه, ولا يخذله, ولايحقره “Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain. Makai a tidak boleh mendzaliminya, menelantarkannya dan menghinakannya”. (HR. Muslim)Disamping itu juga, membantu sesama hamba Allah adalah bagian dari usaha untuk mensucikan harta kita. Karena dari semua rizki yang kita dapati, ada bagian atau hak-hak mereka. Artinya, Allah menitipkan hak atau rizki hmba-hambaNya yang lemah kepada kita. Jadi ketika kita abai terhadap mereka, sama saja kita dzalim kepada mereka.
Dengan hadist-hadist di atas, Rasulullah pada prinsipnya mengajarkan kepada kita semua tentang kesalehan social atau jiwa social yang tinggi, terlebih kepada hamba-hamba Allah yang lemah. Dan salah satu bentuk rasa syukur atas nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepada kita yakni dengan mengasihi hamba-hambaNya yang lemah. Sebagaimana dijelaskan dalam hadist:
وهل تنصرون وترزقون إلا بضعفائكم “Bukankah kamu ditolong dan diberi rezeki karena orang lemah di antara kalian.”