BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak usia dini merupakan individu yang memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya. Pada saat ini sedang mengalami perkembangan otak yang sangat pesat dan dikatakan dengan masa emas (golden ages) sampai 80 %. Masa ini tidak akan terulang lagi. Oleh karena itu, pemberian rangsangan pendidikan pada usia dini yang tepat sangat diperlukan untuk memastikan bahwa setiap anak mencapai perkembangan yang optimal sehingga mereka mempunyai landasan yang kuat untuk menempuh pendidikan selanjutnya.
E.Mulyasa mengartikan anak usia dini sebagai individu yang sedang mengalami proses tumbuh kembang yang sangat pesat,bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan. Anak usia dini memiliki rentang yang sangat berharga dibanding usia – usia selanjutnya karena perkembangan kecerdasanya tengah berlangsung luar biasa. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik dan berada pada masa proses perubahan berupa pertumbuhan, perkembangan, pematangan, dan peyempurnaan baik pada aspek jasmani maupun rohaninya yang berlangsung seumur hidup, bertahap, dan berkesinambungan ( Novan Ardy Wiyani, 2016: 98 )
Pengertian PAUD dapat dilihat dalam dua perspektif, yaitu perspektif pengalaman dan pelajaran serta perspektif hakikat belajar dan perkembangan. Pada perspektif pengalaman dan pelajaran, PAUD diartikan sebagai stimulasi bagi masa yang penuh dengan kejadian penting dan unik untuk meletakkan dasar bagi seseorang di masa dewasa. Berbagi pengalaman belajar yang diperoleh sejak usia dini dan tidak akan pernah diganti oleh pengalaman – pengalaman berikutnya kecuali dimodifikasi (Najib, 2016: 97).
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar sepanjang rentang pertumbuhan dan perkembangan kehidupan manusia. Pendidikan mencerminkan kualitas suatu bangsa. Memperbaiki penerus bangsa merupakan langkah nyata dalam upaya memperbaiki kualitas pendidikan. Hal ini membutuhkan waktu yang cukup lama, usaha yang kuat disertai kerja keras, kecerdasan, kesadaran yang terencana dengan melibatkan berbagai pihak. Pendidik PAUD sebagai ujung tombak yangbertanggung jawab dalam pembelajaran diharapkan mampu merancang, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan yang melibatkan seluruh aspek perkembangan sehingga tercapai kompeten sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara optimal.
Proses belajar membaca dan menulis dengan formal masih dipraktikkan oleh Tk Pertiwi Gladagsari Desa Gladagsari Kecamatan Gladagsari Kabupaten Boyolali diantaranya menjadikan membaca dan menulis sebagai inti pembelajaran. Hal tersebut disebabkan karena tuntutan SD yang mewajibkan anak telah mampu membaca dan menulis ketika masuk SD. Dan sebelum anak dapat membaca dan menulis dengan lancar maka anak diharuskan untuk hafal huruf alphabeth untuk mempermudah proses belajar membaca dan menulis. Target itulah yang berusaha dipenuhi oleh TK Pertiwi Gladagsari Desa Gladagsari Kecamatan Gladagsari Kabupaten Boyolali.
Pengembangan kemampuan membaca anak tidak lepas dari esensi belajar anak usia dini yaitu belajar melalui bermain. Permainan yang diberikan memiliki nilai edukatif yang dapat mengembangkan aspek kemampuan membaca anak secara efektif dan optimal. Menurut Moeslichatoen ( 2004 : 32-33), melalui kegiatan bermain anak dapat melatih kemampuan bahasanya dengan cara mendengarkan berbagai bunyi, mengucapkan suku kata atau kata, memperluas kosa kata, berbicara sesuai dengan tata bahasa Indonesia, dan sebagainya. Anak mengekspresikan permainan tersebut sebagai cara untuk menemukan pengetahuanya yang didapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menggunakan permainan diharapkan mampu meningkatkan kemmampuan membaca permulaan.
Berdasarkan hasil pengamatan di kelompok A TK Pertiwi Gladagsari menunjukan bahwa kemampuan membaca permulaan masih kurang lancar. Hal ini dikarenakan pemberian stimulasi membaca pada anak kelompok A dengan memberi kalimat kompleks tanpa disertai benda konkrit maupun gambar yang mendukung. Dalam membaca anak belum jelas menyuarakan huruf hl ini disebabkan karena dalam memahami perbedaan huruf masih terdapat kekeliruan. Anak masih mengalami kebingungan membedakan huruf misalnya antara huruf “b” dan “d”, lalu “w” dan “m” hal ini dikarenakan huruf –huruf tersebut hampir sama bentuknya namun berbeda bunyinya.
Berdasarkan kenyataan yang terjadi di dalam proses pembelajaran diketahui bahwa empat aspek keterampilan bahasa yaitu (1) mendengar, terdapat 5 anak dari 10 anak keterampilan mendengarnya sudah berkembang sangat baik (BSB), (2) berbicara, terdapat 8 anak ketrampilan berbicaranya sudah berkembang sangat baik (BSB) dan 2 anak mulai berkembang (MB), (3) membaca, untuk keterampilan membaca terdapat 2 anak yang berkembang sesuai harapan ( BSH), 6 anak mulai berkembang (MB), dan 2 anak yang belum berkembang (BB). (4) Menulis, terdapat 5 anak ketrampilan menulisnya sudah berkembang sesuai harapan (BSH), dan 5 anak Mulai Berkembang (MB). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa ketrampilan membaca masih kurang baik dibandingkan ketrampilan yang lain ( Lampiran1. Tabel1 )
Terdapat banyak anak yang memiliki kesulitan membaca kata sederhana sehingga membutuhkan bantuan dari guru untuk membaca kata tersebut. Menurut hasil pengamatan bahwa penyebab kurang memiliki perhatian terhadap penjelasan guru. Minimnya perhatian tersebut sebagai konsekuensi dari kurang optimalnya penggunaan media oleh guru dalam pembelajaran. Media yang digunakan guru kurang bervariasi sehingga anak merasa bosan dan jenuh dalam belajar. Guru melatih anak untuk membaca langsung kalimat yang ada di papan tulis dan tidak menggunakan gambar yang berhubungan dengan kalimat yang ditulis.
Berdasarkan uraian tersebut perlu adanya usaha untuk memberikan media yang menarik dan mendukung dalam pembelajaran membaca permulaan kepada anak kelompok A di TK Pertiwi Gladagsari. Dalam penelitian ini peneliti yang bertindak sebagai guru kelas menggunakan media kotak alphabet. Kotak alphabet adalah media grafis yang efektif untuk menyajikan pesan –pesan tertentu. Item kotak alphabet yang akan disajikan mudah dipakai sehingga dapat dipakai berkali –kali. Dalam membaca permulaan di sekolah Taman Kanak –Kanak (TK), kotak alphabet dipilih karena item yang digunakan memiliki warna yang menarik dapat dilihat disentuh dipindah –pindahkan, serta mudah ditempel dan dilepas. Penggunaan kotak alphabet dapat membuat sajian lebih efisien dan menarik perhatian anak sehingga anak dapat termotivasi untuk mengikuti pembelajaran membaca permulaan. Melalui penggunaan media kotak alphabet maka anak akan memperoleh informasi tentang simbol-simbol huruf, kata, dan gambar yang memiliki kalimat sederhana secara kongkrit. Anak akan lebih memahami bentuk-bentuk dan bunyi huruf karena anak mempunyai kesempatan untuk menyentuh simbol-simbol huruf tersebut. Pengetahuan tentang bunyi suatu huruf dapat diperolehdari guru maupun dariteman yang sudah mempunyai kemampuan mengenal huruf dan kata serta memahami maksud bacaan dari gambar yang memiliki kalimat sederhana. Bentuk huruf-huruf tersebut akan tersimpan dalam memori otak anak yang sudah merekam bentuk-bentukhuruf beserta pelafalannya. Ketika suatu saat hasil rekaman tersebut dibutuhkan maka anak dapat membukanya kembali, misalnya ketika guru mengajarkan huruf pada anak maka anak sudah mengetahui gambaran bentuk huruf tersebut. Hal ini akan memudahkan anak untuk merangkai huruf menjadi sebuah kata atau kalimat sederhana sehingga kemampuan membaca permulaan anak dapat meningkat.
Di masa pandemic covid 19 ini telah merubah tatanan masyarakat dunia, guna mencegah penyebaran penularan virus corona, warga dihimbau untuk tetap tinggal dirumah. Perubahan tersebut tentunya berdampak besar bagi semua sektor terutama sektor pendidikan, dimana anak didik dihimbau untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh atau munculnya kebijakan BDR ( Belajar Dari Rumah ). Sekarang ini satu-satunya cara yang kita lakukan bukan hanya menyerah tidak melakukan apapun melainkan kita harus tetap menjaga produktivitas kita terutama dalam hal pendidikan , agar dalam situasi seperti ini kita produktif namun aman dari Covid 19. Sehingga munculah istilah tatanan New Normal / tatanan yang baru, yaitu tatanan kebiasaan dan perilaku yang baru berbasis pada adaptasi untuk membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat. Inilah yang kemudian disebut tatanan New Normal. Sebagai pendidik tentunya kita harus bisa mengimplementasikan pembelajaran dengan kondisi saat ini, agar tetap bisa memberikan pembelajaran secara layak, yaitu salah satunya dengan menggunakan media online.
Berdasarkan hal – hal yang dipaparkan sebelumnya, masalah yang akan diangkat pada penelitian ini adalah meningkatkan Kemampuan membaca permulaan anak PAUD di Desa Gladagsari Kecamatan Gladagsari Kabupaten Boyolali dengan menggunakan media kotak alphabet online, dikarenakan di masa pandemi saat ini maka pembelajaran dilaksanakan secara online untuk menyampaikan pembelajaran terhadap anak. Dan membaca permulaan menjadi kunci untuk anak mampu membaca dan menulis dengan benar.
Dengan berbagai permasalahan yang ada maka muncul pertanyaan “Bagaimana cara meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak TK di kelompok A?”.Selanjutnya untuk menjawab permasalahan tersebut,maka penulis mengambil judul‟Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Media Kotak alphabet Online Di TK Pertiwi Gladagsari”.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dalampenelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimanakah peningkatan kemampuan membaca permulaan anak dikelompok A TK Pertiwi Gladagsari Kecamatan Gladagsari Kabupaten Boyolali?
b. Seberapa besar peningkatan kemampuan membaca permulaan melalui media kotak alphabet online pada masa tatanan new normal di TK Pertiwi Gladagsari , Kecamatan Gladagsari Kabupaten Boyolali?
c. Perubahan perilaku apa yang tampak melalui kegiatan belajar dengan kotak alphabet online pada anak Kelompok A di TK Pertiwi Gladagsari Kecamatan Gladagsari Kabupaten Boyolali?
Melalui penggunaan media kotak alphabet online oleh guru, diharapkan mampu meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak kelompok A TK Pertiwi Gladagsari Desa Kecamatan Gladagsari Kabupaten Boyolali. Hal ini bisa terjadi sebab dengan menggunakan kotak alphabet oleh guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran, anak dengan membaca dan mengingat huruf alphabet.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah diatas,maka tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendiskripsikan peningkatan kemampuan membaca permulaan pada anak kelompok A TK Pertiwi Gladagsari Kecamatan Gladagsari Kabupaten Boyolali.
2. Untuk mengetahui seberapa besar peningkatan kemampuan membaca permulaan melalui media kotak alphabet online pada anak kelompok A TK Pertiwi Gladagsari Kecamatan Gladagsari Kabupaten Boyolali.
3. Untuk mengetahui perubahan perilaku yang tampak melalui kegiatan belajar dengan media kotak alphabet online di anak kelompok A TK Pertiwi Gladagsari Kecamatan Gladagsari Kabupaten Boyolali.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan terkait dengan meningkatkan kemampuan membaca permulaan.
a. Bagi Peserta Didik
1) Membantu meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal konsep huruf dan kata sebagai tahapan perkembangan kemampuan membaca permulaan
2) Dapat meningkatkan kemampuan membaca anak
3) Dapat meningkatkan minat belajar anak
b. Bagi Guru
1) Sebagai bahan masukan bagi guru tentang penggunaan media kartu kata bergambar dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak usia 3-5 tahun.
2) Sebagai salah satu solusi permasalahan kemampuan membaca permulaan anak Kelompok A di TK Pertiwi Gladagsari
3) Menambah wawasan guru dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak mengenal huruf.
c. Bagi Orang Tua
1) Dapat mempererat hubungan kasih sayang antara orang tua dan anak
2) Orang tua dapat mengawasi secara langsung ketika belajar
3) Dapat memahami kebutuhan anak
4) Memberikan sumbangan bagi peningkatan mutu proses maupun mutu hasil proses pembelajaran.
d. Bagi Sekolahan
1) Membantu meningkat kualitas lulusan sehingga mampu menarik minat masyarakat di sekitar sekolah untuk memasukkan anak – anak ke TK tersebut.
2) Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai kerangka acuan dalam pengembangan untuk metode pembelajaran dan mendukung penuh dalam bentuk kebijakan dan implikasi manajerial
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kemampuan permulaan membaca anak usia dini
Kemampuan berbahasa merupakan salah satu kemampuan yang harus dikuasai anak dengan baik. Menurut Skinner (1957) dalam Astuti (2013: 58) menyampaikan bahwa bahasa dipelajari melalui pembiasaan dari lingkungan dan merupakan hasil imitasi terhadap orang dewasa. Imitasi, reward,reinforcement, dan frekuensi suatu perilaku merupakan faktor yangpenting dalam mempelajari bahasa. Cara pengucapan kata bagi seorang anak dipengaruhi oleh perilaku lingkungannya. Penggunaan bahasa yang kompleks oleh orangtua dan orang dewasa merupakan satu bentuk kemudahan cara bicara kepada anak seperti yang digunakan oleh keluarganya sehingga cara bicara mereka tepat. Perkembangan bahasa anak mengikuti cara bicara orang lain yang ia dengar, kemudian dikenalproses imitasi. Imitasi dapat meningkatkan pengembangan bahasa dalam diri individu, meskipun seseorang tidak mungkin bicara dengan kata yang sama di waktu yang sama dalam satu diskusi yang sama. Proses imitasi anak.ini memberikan pengaruh jangka panjang atau pendek pada diri anak. Imitasi seringkali merupakan pengaruh yang diberikan oleh orangtua atau pengasuh.
Selanjutnya, Chomsky (1976) mengatakan bahwa bahasa sudah ada di dalam diri anak. Bahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik). Pada saat seorang anak lahir, dia telah memiliki seperangkat kemampuan berbahasa yang disebut “Tata Bahasa Umum” atau “UniversalGrammer”(Wijayanti, 2010: 27). Teori ini mengatakan bahwa meskipun pengetahuan yang ada di dalam diri anak tidak mendapatkan banyak rangsangan anak akan tetap dapat mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru bahasa yang dia dengarkan, tapi ia juga mampu menarik kesimpulan dari pola yang ada. Hal ini karena anak memiliki sistem bahasa yang disebut Perangkai Penguasaan Bahasa (LanguageAcquisition Device/ LAD).
Perkembangan bahasa mempunyai hubungan yang erat kaitannya dengan perkembangan kognitif anak. Piaget, Vigostky dan Gradner (Wijayanti, 2008: 27) dalam teori konstruktifnya mengatakan bahwa perkembangan kognisi dan bahasa dibentuk dari interaksi dengan orang lain. Interaksi akan menambah pengetahuan, nilai dan sikap anak. Anak memiliki perkembangan kognisi yang terbatas pada usia-usia tertentu,tetapi melalui komunikasi dan interaksi sosial anak akan mengalami peningkatan kemampuan berfikir.
Bagi para guru dari anak- anak usia 3-5 Tahun, ada beberapa aspek penting untuk baca tulis yang harus dijelaskan pertama, baca tulis mempunyai pengertian lebih daripada sekedar membaca. Baca tulis adalah perkembangan dari ketrampilan membaca dann menulis maupun tindakan-tindkan kreatif dan analistis dalam memproduksi dan memahami teks Bowman 2002; Burns, Griffin & Snow, 1998 (Wijayanti, 2008). Anak –anak belajar membaca dengan menulis dan belajar menulis lewat membaca.
Membaca untuk anak usia dini berada pada tahap awal yang sering kita sebut dengan membaca permulaan. Kemampuan membaca permulaan anak merupakan potensi membaca anak pada tingkat awal, seperti membaca symbol dan gambar. Membaca untuk anak usia dini hakikatnya masih ada pada tahap pengenalan bacaan dan lambang tulisan. Menurut Malquist (2011) kegiatan membaca untuk anak-anak di taman kanak-kanak harus dijalankan dengan sistematis artinya harus disesuaikan dengan minat, karakter anak, kebutuhan dan tingkat perkembanganya serta kegiatan membaca anak juga harus menggunakan media pembelajaran dengan situasi belajar yang kondusif. Dari berbagai pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasanya kemampuan membaca permulaan adalah potensi dalam diri anak untuk membaca pada tahap awal.
Dalam tahapan membaca untuk anak usia dini, Steinberg : 2011( Ahmad Susanto 2011) membagi tahapan membaca permulaan menjadi 4 tahapan, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Tahap kesadaran terhadap tulisan, pada tahap ini anak mulai menyadari bahwa buku itu penting.
2. Tahap membaca gambar, anak mulai memandang dirinya sebagai pembaca.
3. Tahap pengenalan bacaan, anak mulai mengerti bunyi huruf, arti kata anak mulai mengenal tanda atau symbol yang ada disekitarnya.
4. Tahap membaca lancar, sudah dapat membaca lancar buku – buku yang berhubungan dengan kehidupan sehari- hari.
Panduan untuk mengajarkan membaca anak usia dini yaitu:
1. Ajak anak kedalam perpustakaan, biarkan anak memilih buku yang disukai oleh anak.
2. Ketika mengajarkan membaca, beri kata – kata yang masih belum dikenal anak
3. Ajak anak melakukan permainan kata seperti tebak kata dan permainan merangkai kata.
4. Kondisikan anak membaca bersama teman-teman sebayanya sebagai sarana untuk menumbuhkan motivasi dalam diri anak.
5. Berikan catatan –catatan tempelkan pada tempat yang sering dikunjungi anak dalam rumah.
6. Berikan hadiah ketika anak berprestasi
7. Batasi waktu anak untuk bermain game dan menonton televisi.
Bunyi huruf yang digunakan dalam bahasa Indonesia yaitu huruf vokal dan huruf konsonan. Bunyi huruf vokal terdiri dari a, i, u, e, dan o, kemudian untuk bunyi huruf konsonan tidak semua konsonan bahasa Indonesia dapat diperkenalkan kepada anak usia dini. Menurut Suhartono (2005: 176) terdapat beberapa bunyi huruf konsonan yang belum boleh diperkenalkan kepada anak, hal ini dikarenakan konsonan tersebut berasal dari bahasa asing dan kata-kata yang digunakan juga tidak tepat bila diberikan kepada anak usia dini, huruf tersebut yaitu f, q, v, x, dan z. Bunyi huruf konsonan yang sudah boleh diperkenalkan anak usia dini di Indonesia adalah konsonan bilabial (p, b, dan m), dental (n, t, d, l, s, dan r), palatal (c, j, dan y), velar (k dan g), dan glotal (h).
Kemampuan membaca permulaan menurut Carol Seefeldt & Barbara A. Wasik (2008: 337), antara lain:
a. Menikmati yang sedang dibacakan dan menuturkan kembali cerita-cerita naratif sederhana atau teks informasi.
b. Menggunakan bahasa deskriptif untuk menjelaskan dan menyelidiki suatu bacaan.
c. Mengenali huruf dan bunyi huruf-huruf.
d. Memperlihatkan keakraban dengan bunyi-bunyi berirama dan bunyi awal suatu kata.
Menurut Steinberg dalam Ahmad Susanto (2011: 83), membaca permulaan adalah membaca yang diajarkan secara terprogram kepada anak prasekolah. Program ini merupakan perkataan-perkataan utuh, bermakna dalam konteks pribadi anak-anak dan bahan-bahan yang diberikan melalui permainan dan kegiatan yang menarik sebagai perantaran pembelajaran. Maksud dari pendapat tersebut, anak TK memang sudah dapat diajarkan membaca namun harus sesuai dengan perkembangan anak atau tanpa paksaan dan dengan cara yang menyenangkan karena persoalan yang terpenting yaitu cara yang digunakan untuk mempelajarinya sehingga anak akan menganggap kegiatan belajar mereka seperti bermain.
Menurut Permendikbud No. 137 Tahun 2014 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, tingkat pencapaian perkembangan anak usia 4-5 tahun pada lingkup perkembangan keaksaraan yaitu sebagai berikut:
a. Mengenal simbol –simbol.
b. Mengenal suara – suara hewan / benda yang ada disekitarnya.
c. Membuat coretan yang bermakna.
d. Meniru ( menuliskan dan mengucapkan huruf A-Z).
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat ditegaskan bahwa kemampuan membaca permulaan yaitu meliputi kemampuan anak dalam mengenali huruf, menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal, mengenal suara huruf awal dari nama benda-benda yang ada di sekitarnya, menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi atau huruf awal yang sama, memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf, serta mampu membaca nama sendiri. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca permulaan adalah kemampuan anak dalam mengidentifikasi berbagai bunyi huruf, memahami dan menyuarakan kata serta kalimat sederhana. Dalam penelitian ini indikator membaca permulaan adalah 1) kemampuan mengidentifikasi berbagai bunyi huruf terdiri dari sub indikator menyebutkan simbol-simbol huruf. Kemudian 2) kemampuan memahami dan menyuarakan kata serta kalimat sederhana terdiri dari sub indikator menyebutkan kata yang mempunyai huruf awal yang sama, 3) menghubungkan gambar dengan kata, dan 4) membaca gambar yang memiliki kata atau kalimat sederhana. Kesimpulan dari beberapa ahli tersebut yang akan dijadikan sebagai acuan indikator kemampuan membaca permulaan.
B. Tahap perkembangan membaca
Pembelajaran bahasa untuk anak usia dini diarahkan pada kemampuan berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis (simbolis). Untuk memahami bahasa simbolis, anak perlu belajar membaca dan menulis. Dalam mengajarkan membaca perlunya mengetahui tahap-tahap perkembangan anak. Secara umum tahap-tahap perkembangan anak dapat dibagi dalam beberapa rentang usia, yang masing-masing menunjukkan ciri-ciri tersendiri. Menurut Steinberg dalam Ahmad Susanto (2011: 90) mengatakan bahwa, kemampuan membaca anak usia dini dapat dibagi atas empat tahap perkembangan sebagai berikut; a) tahap timbulnya kesadaran; b) tahap membaca gambar; c) tahap pengenalan bacaan; d) tahap membaca lancar.
Tahap timbulnya kesadaran adalah tahap dimana anak mulai belajar menggunakan buku, menyadari bahwa buku penting bagi dirinya, melihat dan membolak-balikkan buku, kadang-kadang anak membawa buku kesukaannya kemana-mana. Tahap membaca gambar yaitu tahap dimana anak mulai melibatkan diri dalam kegiatan membaca, berpura-pura membaca buku, memberi makna pada gambar, menggunakan bahasa buku walaupun tidak sesuai dengan tulisan yang tertera di buku. Anak sudah menyadari bahwa buku terdiri dari bagian depan, tengah, dan bagian akhir. Tahap pengenalan bacaan yaitu tahap dimana anak usia prasekolah dapat menggunakan tiga sistem bahasa, seperti fonem (bunyi huruf), sematik (arti kata), dan sintaksis (aturan kata atau kalimat) secara bersama-sama. Tahap membaca lancar yaitu anak sudah dapat membaca berbagai bacaan seperti koran, majalah, buku cerita, komik, tabloid dan sebagainya.
Kemampuan membaca anak berlangsung pada beberapa tahap. Menurut Brewer dalam Nurbiana Dhieni, dkk (2008: 5.12), perkembangan kemampuan dasar membaca anak usia 4-6 tahun berlangsung dalam lima tahap, yakni: (a) tahap fantasi, (b) tahap pembentukan konsep diri, (c) tahap gemar membaca, (d) pengenalan bacaan, dan (e) tahap membaca lancar. Melengkapi pendapat di atas, menurut Tadkiroatun Musfiroh (2009: 8-9) berdasarkan penelitian yang dilakukan dibarat, perkembangan membaca anak dapat dikatagorikan ke dalam lima tahap, yaitu sebagai berikut:
1. Tahap Magic
Pada tahap ini belajar tentang guna buku, mulai berpikir bahwa buku adalah sesuatu yang penting. Anak melihat-lihat buku, membawa-bawa buku, dan sering memiliki buku favorit.
2. Tahap Konsep Diri
Anak melihat diri sendiri sebagai pembaca, mulai terlihat dalam kegiatan “pura-pura membaca”, mengambil makna dari gambar, membahasakan buku walaupun tidak cocok dengan teks yang ada di dalamnya.
3. Tahap Membaca Antara
Anak-anak memiliki kesadaran terhadap bahan cetak (print). Mereka mungkin memilih kata yang sudah dikenal, mencatat kata-kata yang berkaitan dengan dirinya, dapat membaca ulang cerita yang telah ditulis, dapat membaca puisi. Anak-anak mungkin mempercayai setiap silabel sebagai kata dan dapat menjadi frustasi ketika mencoba mencocokkan bunyi dan tulisan. Pada tahap ini, anak mulai mengenali alphabet.
4. Tahap Lepas Landas
Pada tahap ini anak-anak mulai menggunakan tiga sistem tanda/ciri yakni grafofonik, semantik, dan sintaksis. Mereka mulai bergairah membaca, mulai mengenal huruf dari konteks, memperhatikan lingkungan huruf cetak dan membaca apa pun di sekitarnya, seperti tulisan pada kemasan, tanda-tanda. Resiko bahasa dari tiap tahap ini adalah jika anak diberikan terlalu banyak perhatian pada setiap huruf.
5. Tahap Independen
Anak dapat membaca buku yang tidak dikenal secara mandiri, mengkonstruksikan makna dari huruf dan dari pengalaman sebelumnya dan isyarat penulis. Anak-anak dapat membuat perkiraan tentang materi bacaan. Materi berhubungan langsung dengan pengalaman yang paling mudah untuk dibaca, tetapi anak-anak dapat memahami struktur dan genre yang dikenal, serta materi ekpositoris yang umum.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas tentang tahap membaca sebenarnya hampir sama sehingga dapat disimpulkan bahwa ada beberapa tahap membaca pada anak usia dini ditandai dengan anak mulai tertarik pada buku, senang membaca gambar, mengenal tulisan, mengenal kata-kata melalui penglihatan dalam keseharian dan mampu membaca lancar. Selain itu tahap-tahap membaca yang dapat distimulus agar anak dapat membaca yaitu tahap magic, tahap konsep diri, tahap pembaca antara, tahap lepas landas, dan tahap independen. Dalam penelitian ini, tahapan membaca dapat ditandai dengan anak senang membaca gambar, mengenal tulisan, mengenal kata-kata melalui penglihatan dalam keseharian dan mampu membaca lancar.
C. Tujuan membaca permulaan
Membaca hendaknya mempunyai tujuan terhadap pengetahuan yang akan dipahaminya dalam menemukan fenomena lingkungan sekitar. Hal ini dikarenakan seseorang yang membaca dengan suatu tujuan, cenderung lebih memahami dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai tujuan. Adapun tujuan dari membaca menurut Farida Rahim (2008: 11), antara lain:
1. Memperbarui pengetahuan tentang suatu topik.
2. Mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahui.
3. Memperoleh informasi yang menunjang bagi pengembangan diri.
4. Mengkonfirmasi fakta yang ada dilingkungan sekitar.
Membaca sangat efektif apabila diberikan sejak dini, hal ini dikarenakan mempunyai banyak tujuan. Dalam Nurbiana Dhieni, dkk (2008: 5.6) terdapat tujuan membaca, yaitu:
1. Mendapatkan informasi tentang data dan kejadian sehari-hari dalam menemukan fakta untuk mengembangkan diri.
2. Meningkatkan citra diri yaitu memperoleh nilai positif dari pesan yang disampaikan.
3. Memberikan penyaluran positif dalam membuka wawasan terhadap situasi yang akan atau maupun yang sedang dihadapi.
4. Mencari nilai keindahan atau pengalaman estetis dan nilai-nilai kehidupan.
Dari penjelasan tujuan membaca oleh kedua ahli di atas bahwa melalui membaca dapat memperoleh informasi yang ada dilingkungan sekitar yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain sebagai dasar melakukan tindakan maupun memberikan respon terhadap lingkungan. Informasi yang diperoleh mengandung nilai-nilai yang dapat diambil manfaatnya, sehingga sesuatu yang diperoleh dari membaca dapat memperkaya pengetahuan dalam dirinya.
D. Manfaat membaca permulaan
Proses belajar yang efektif antara lain dilakukan melalui membaca. Masyarakat yang gemar membaca akan memperoleh pengetahuan dan wawasan baru yang akan semakin meningkatkan kecerdasannya sehingga mereka lebih mampu menjawab tantangan hidup pada masa-masa yang akan datang. Steinberg dalam Nurbiana Dhieni, dkk (2008: 5.3) mengemukakan bahwa terdapat empat manfaat anak membaca pada usia dini dari segi proses belajar mengajar, antara lain: a. Memenuhi rasa ingin tahu anak. b. Situasi yang memberikan suasana membaca dapat menjadi lingkungan kondusif untuk belajar anak. c. Dapat mempelajari sesuatu dengan mudah dan cepat. d. Memberikan rasa terkesan dari yang diperolehnya. Pendapat di atas didukung oleh Leonhardt dalam Nurbiana Dhieni, dkk (2008: 5.4) bahwa membaca sangat penting diberikan pada anak karena dapat mempengaruhi kebahasaan yang lebih tinggi. Mereka akan berbicara dan belajar memahami gagasan secara lebih baik.
Dari penjelasan manfaat membaca di atas maka dapat diketahui bahwa manfaat membaca yaitu untuk meningkatkan daya berfikir anak dan memperoleh pengetahuan yang dapat mendukung kebahasaan anak dalam meningkatkan wawasan yang diperoleh anak guna mengambil keputusan yang dipilihnya. Selain itu juga dapat memenuhi rasa ingin tahu anak, situasi yang memberikan suasana membaca dapat menjadikan lingkungan kondusif untuk belajar anak dan dapat mempelajari sesuatu dengan mudah dan cepat. dalam batas-batas aturan sesuai dengan karakteristik anak.
E. Metode pembelajaran
1. Pengertian Metode Pembelajaran
Secara umum metode diartikan sebagai cara melakukan sesuatu. Secara khusus, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara atau pola yang khas dalam memanfaatkan berbagai prinsip dasar pendidikan serta berbagai teknik dan sumberdaya terkait lainnya agar terjadi proses pembelajaran pada diri pembelajaran. (Abdurrakhman, 2013: 42). Metode pembelajaran juga didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru, sehingga dalam menjalankan fungsinya, metode merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran (Siregar dan Nara, 2010: 80).
Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa metode pembelajaran adalah suatu cara atau strategi yang digunakan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran, agar anak didik menguasai materi yang disampaikan.
2. Jenis Metode Pembelajaran
Banyak metode yang dapat digunakana dalam proses pem-belajaran, tetapi ada metode pembelajaran yang mendasar, sedangkan selebihnya adalah kombinasi atau modifikasi dari metode dasar tersebut. Berikut ini adalah metode pembelajaran dasar tersebut:
a. Metode ceramah
Dalam metode ceramah, yaitu guru menyampalkan materi secara lisan dan peserta didik mendengarkan. Keunggulan metode cerama adalah, dapat digunakan untuk mengajar dalam jumlah peserta didik yang banyak, tujuan pembelajaran dapat disampaikan dengan mudah, dan sebagainya (Nasution, 2015: 68).
b. Metode tanya jawab
Pada metode tanya jawab, materi pembelajaran disampai-kan melalui proses tanya-jawab antara guru dengan peserta didik, dan sesama peserta didik. Keunggulan metode tanya jawab adalah, memotivasi peserta didik untuk mengikuti pembelajaran secara aktif, mendorong peserta didik untuk berfikir kritis, dan lain-lain (Hamalik, 2015: 76).
c. Metode diskusi
Dalam metode diskusi, proses pembelajaran berlangsung melalui kegiatan berbagi informasi atau pengetahuan di antara sesama peserta didik. Keunggulan metode diskusi adalah, menumbuhkan sikap ilmiah dan jiwa demokratis, menciptakan suasana belajar yang interaktif, dan lain-lain (Hamalik, 2015: 78).
d. Metode peragaan atau demonstrasi
Metode peragaan dapat digunakan sebagai bagian dari pembelajaran teori maupun praktik. Keunggulan metode peragaan adalah, peserta didik akan lebih mudah memahami materi belajar, akan menciptakan suasana belajar aktif, dan sebagainya. Sedang-kan kekurangannya adalah, memerlukan waktu persiapan yang lebih lama, membutuhkan peralatan yang kadang kala tidak tersedia di sekolah, dan sebagainya (Nasution, 2015: 68).
e. Metode bermain peran
Metode bermain peran vidio dapat digunakan sebagai bagian dari pembelajaran teori maupun praktik. Keunggulan metode peragaan adalah, peserta didik akanmerasakan langsung dari tokoh yang dimainkan atau diperankan, sehingga anak lebih mudah memahami materi, dan menciptakan suasana belajar aktif. Sedang-kan kelemahannya, memerlukan waktu persiapan yang lebih lama, membutuhkan teks/hafalan tokoh yang akan diperan-kan, dan sebagainya (Nasution, 2015: 70).
Namun di era tatanan new normal ini ada beberapa metode yang dirasa sesuai dengan kondisi saat ini diantaranya adalah
1. Project Based Learning
Metode project based learning ini diprakarsai oleh hasil implikasi dari Surat Edaran Mendikbud no.4 tahun 2020. Project based learning ini memiliki tujuan utama untuk memberikan pelatihan kepada pelajar untuk lebih bisa berkolaborasi, gotong royong, dan empati dengan sesama.
Menurut Mendikbud, metode project based learning ini sangat efektif diterapkan untuk para pelajar dengan membentuk kelompok belajar kecil dalam mengerjakan projek, eksperimen, dan inovasi. Metode pembelajaran ini sangatlah cocok bagi pelajar yang berada pada zona kuning atau hijau. Dengan menjalankan metode pembelajaran yang satu ini, tentunya juga harus memerhatikan protokol kesehatan yang berlaku.
2. Daring Method
Untuk menyiasati ketidak kondusifan di situasi seperti ini, metode daring bisa dijadikan salah satu hal yang cukup efektif untuk mengatasinya. Dilansir dari Kumparan, Kemendikbud mengungkapkan bahwa metode daring bisa mengantasi permasalahan yang terjadi selama pandemi ini berlangsung.
Metode ini rupanya bisa membuat para siswa untuk memanfaatkan fasilitas yang ada di rumah dengan baik. Seperti halnya membuat konten dengan memanfaatkan barang-barang di sekitar rumah maupun mengerjakan seluruh kegiatan belajar melalui sistem online.
Metode daring ini sangatlah cocok diterapkan bagi pelajar yang berada pada kawasan zona merah. Dengan menggunakan metode full daring seperti ini, sistem pembelajaran yang disampaikan akan tetap berlangsung dan seluruh pelajar tetap berada di rumah masing-masing dalam keadaan aman.
3. Luring Method
Luring yang dimaksud pada model pembelajaran yang dilakukan di luar jaringan. Dalam artian, pembelajaran yang satu ini dilakukan secara tatap muka dengan memperhatikan zonasi dan protokol kesehatan yang berlaku. Metode ini sangat pas buat pelajar yang ada di wilayah zona kuning atau hijau terutama dengan protocol ketat new normal.
Dalam metode yang satu ini, siswa akan diajar secara bergiliran (shift model) agar menghindari kerumunan. Dikutip dari Kumparan, model pembelajaran Luring ini disarankan oleh Mendikbud untuk memenuhi penyederhanaan kurikulum selama masa darurat pendemi ini.
Metode ini dirancang untuk menyiasati penyampaian kurikulum agar tidak berbelit saat disampaikan kepada siswa. Selain itu, pembelajaran yang satu ini juga dinilai cukup baik bagi mereka yang kurang memiliki sarana dan prasarana mendukung untuk sistem daring.
4. Home Visit Method
Home visit merupakan salah satu opsi pada metode pembelajaran saat pandemi ini. Metode ini mirip seperti kegiatan belajar mengajar yang disampaikan saat home schooling. Jadi, pengajar mengadakan home visit di rumah pelajar dalam waktu tertentu.
Dilansir dari Kumparan, metode ini disarankan oleh Kepala Bidang Kemitraan Fullday Daarul Qur’an, Dr. Mahfud Fauzi, M.Pd yang mana sangat pas untuk pelajar yang kurang memiliki kesempatan untuk mendapatkan seperangkat teknologi yang mewadahi. Dengan demikian, materi yang akan diberikan kepada siswa bisa tersampaikan dengan baik. Karena materi pelajaran dan keberadaan tugas yang diberikan bisa terlaksana dengan baik.
5. Integrated Curriculum
Metode pembelajaran ini disampaikan oleh anggota Komisi X DPR RI Prof. Zainuddin Maliki. Dikutip dari JPNN.com, mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya ini menyampaikan bahwa pembelajaran akan lebih efektif bila merujuk pada project base. Yang mana, setiap kelas akan diberikan projek yang relevan dengan mata pelajaran terkait.
Metode pembelajaran yang satu ini tidak hanya melibatkan satu mata pelajaran saja, namun juga mengaitkan metode pembelajaran lainnya. Dengan menerapkan metode ini, selain pelajar yang melakukan kerjasama dalam mengerjakan projek, dosen lain juga diberi kesempatan untuk mengadakan team teaching dengan dosen pada mata kuliah lainnya.
Integrated curriculum bisa diaplikasikan untuk seluruh pelajar yang berada di semua wilayah, karena metode ini akan diterapkan dengan sistem daring. Jadi pelaksanaan integrated curriculum ini dinilai sangat aman bagi pelajar.
6. Blended Learning
Metode blended learning adalah metode yang menggunakan dua pendekatan sekaligus. Dalam artian, metode ini menggunakan sistem daring sekaligus tatap muka melalui video converence. Jadi, meskipun pelajar dan pengajar melakukan pembelajaran dari jarak jauh, keduanya masih bisa berinteraksi satu sama lain.
Dikutip dari sibatik.kemendikbud.go.id, Yane Henadrita mengungkapkan bahwa metode blended learning adalah salah satu metode yang dinilai efektif untuk meningkatkan kemampuan kognitif para pelajar.
Sebenarnya, metode ini sudah mulai dirancang dan diterapkan awal abad ke-21. Namun, seiring dengan merebaknya wabah Covid-19, metode yang satu ini dikaji lebih dalam lagi karena dinilai bisa menjadi salah satu metode pembelajaran yang cocok untuk para pelajar di Indonesia.
Mengingat wabah pandemi yang tidak tahu pasti kapan berakhirnya, metode pembelajaran tersebut mungkin bisa anda jadikan opsi untuk para peserta didik anda. Dengan adanya metode-metode tersebut, diharapkan agar pendidikan di Indonesia tetap berjalan dengan baik dan berjalan lancar. Yuk memulai pembelajaran online di kampus dengan SEVIMA EdLink, yang sudah banyak digunakan perguruan tinggi.
Berdasarkan beberapa penjelasan tentang jenis metode pembelajaran di atas, metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode blanded learning, metode ini disesuaikan dengan kondisi di masa tatanan new normal saat ini. Dimana peneliti mengirimkan video pembelajaran kepada anak, kemudian peneliti mengontrol kemampuan anak dalam memahami apa yang telah disampaikan guru melalui video converence atau video call.
Adapun SOP pelaksanaan metode blanded learning sebagai berikut :
1. Peneliti mengirimkan video pembelajaran ke group WA sekolah sesuai jadwal pembelajaran
2. Peneliti mengecek dalam group WA siapa sajakah yang sudah menyimak video yang telah dikirimkan
3. Peneliti menanyakan ke dalam group WA siapa sajakah yang sudah siap untuk video converence.
4. Peneliti melakukan video converence satu persatu kepada peserta didik
F. Media pembelajaran
1. Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium”, yang berarti perantara atau pengantar (Hamalik, 2015: 81). Media adalah perantara atau pengantar pesan dari si pengirim (komunikator atau sumber/source) kepada si penerima (komunikan atau audience/receiver). Sedang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012: 273), media dapat diartikan sebagai perantara, penghubung; alat (sarana) komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, film, poster, dan spanduk, yang terletak diantara dua pihak (orang, golongan, dan sebagainya). Secara umum media pembelajaran dapat diartikan sebagai alat bantu proses pembelajaran, yaitu segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan pelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada peserta didik (Nasution, 2015: 83).
Pendapat di atas memberikan gambaran bahwa istilah media sangat populer dalam bidang komunikasi. Proses pembelajaran pada dasarnya juga termasuk didalamnya karena proses tersebut ada komunikan, komunikator, dan media komunikasi.
Media pembelajaran adalah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar. Media adalah komponen sumber belajar atau peralatan fisik yang mengandung materi pembelajaran dilingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Dengan demikian media pem-belajaran adalah sebuah alat yang berfungsi dan digunakan untuk menyampaikan pesan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa media pembelajaran dapat diartikan sebagai alat atau sarana atau perantara yang digunakan dalam proses interaksi yang berlangsung antara guru dan peserta didik untuk mendorong ter-jadinya proses pembelajaran dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan serta memantapkan segala sesuatu yang dipelajari dan membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang berkualitas.
2. Jenis Media Pembelajaran
Hamalik (2015: 84) mengemukakan bahwa setidaknya media dapat dibedakan ke dalam 4 (empat) golongan besar, yaitu:
1) Media Visual, meliputi: grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik, dan sejenisnya.
2) Media Audial, meliputi: radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya.
3) Projected still media, seperti: slide; over head projektor (OHP), in focus, dan sejenisnya.
4) Projected motion media, seperti: film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya.
G. Kotak Alphabet
Menurut Zaman, B., Hernawan. H., A. & Eliyati, C. (2009) APE Kotak Alphabet merupakan APE yang dibuat untuk mengembangkan keterampilan berbahasa anak. APE ini berisi huruf- huruf Alphabet yang dibuat di atas potongan karton duplek berukuran 5 x 5 cm (Zaman, 2009) yang bertujuan untuk meningkatkan gairah belajar dan belajar membaca. Kelebihan dari APE Kotak Alphabet yaitu, anak dapat belajar membaca dengan bermain huruf dalam kotak sehingga tidak akan membebani anak dalam belajar membaca.
H. Karakteristik Anak Usia 4-5 Tahun
Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak (Mar’at, 2015: 67). Usia ini merupakan usia di mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini disebut sebagai usia emas (golden age). Makanan yang bergizi yang seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut.
Istilah perkembangan sering dihubungkan dengan pertumbuhan. Ini karena keduanya memiliki hubungan yang saling berkaitan. Pertumbuhan bisa mempengaruhi perkembangan .perkembangan pun bisa mempengaruhi pertumbuhan. Pertumbuhan berasal dari kata tumbuh,yang berarti bertambahnya atau berubahnya suatu ukuran pada bentuk – bentuk tertentu. Sedangkan perkembangan berasal dari kata kemban. Kembang bisa berarti bagian dari tanaman, bisa juga berarti perubahan psikis pada diri seseorang(Novan Ardy Wiyani, 2016 : 100).
Berikut faktor –faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak :
1. Faktor hereditas
Faktor heditas atau dengan istilah nature adalah merupakan karakteristik bawaan yang diturunkan dari orang tua biologis atau orang tua kandung kepada anaknya. Dalam perspektif hereditas .
2. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan ini sering disebut dengan istilah nurture. Faktor lingkungan diartikan sebagai kekuatan komplek dari dunia fisik dan sosial yang mempengaruhi susunan biologis dan pengalaman psikologis anak sejak sebelum ada dan sesudah lahir.
3. Faktor umum
Faktor umum disini maksudnya merupakan unsur –unsur yang dapat digolongkan ke dalam kedua faktor di atas ( faktor hereditas dan lingkungan.
Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini, khususnya anak KB diantaranya oleh Bredecam dan copple, Brener, serta Kellough (dalam Kraff, 2010: 113) sebagai berikut:
a. Anak bersifat unik;
b. Anak mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan;
c. Anak bersifat aktif dan enerjik;
d. Anak itu egosentris;
e. Perkembangan dan cara belajar anak terjadi dan dipengaruhi oleh konteks sosial budaya yang majemuk;
f. Anak adalah pembelajar aktif, yang berusaha membangun pemahaman tentang lingkungan sekitar dari pengalaman fisik, sosial, dan penge-tahuan yang diperolehnya;
g. Perkembangan dan belajar yang dilakukan anak merupakan interaksi kematangan biologis dan lingkungan, baik fisik maupun sosial;
h. Perkembangan akan mengalami percepatan bila anak berkesempatan mempratikkan berbagai keterampilan yang diperoleh dan mengalami tantangan setingkat lebih tinggi dari hal-hal yang dikuasainya; dan
i. Anak memiliki modalitas beragam (tipe visual, auditif, kinestetik, atau gabungan dari tipe-tipe itu) untuk mengetahui sesuatu sehingga dapat belajar hal berbeda dalam memperlihatkan sesuatu yang diketahui.
I. HIPOTESIS
Menurut Sugiyono (2014:64) Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dalam statistika dan penelitian terdapat dua macam hipotesis,yaitu hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha). Hipotesis nol diartikan sebagai tidak adanya hubungan antara satu variabel dengan variabel dengan variabel lain,tidak adanya perbedaan antara satu variabel atau lebih pada populasi/sampel yang berbeda, dan tidak adanya perbedaan antara yang diharapkan dengan kenyataan pada satu variabel atau lebih untuk populasi atau sampel yang sama. Sedangkan hipotesis alternatif adalah lawan nya hipotesis nol,yang berbunyi adanya hubungan antara satu variabel atau lebih pada populasi/sampel yang berbeda,dan adanya perbedaan antara yang diharapkan dengan kenyataan pada satu variabel atau lebih untuk populasi atau sampel yang sama. Adapun hipotesis yang peneliti ajukan dan harus diuji kebenarannya adalah :
(H0):Tidak ada pengaruh penerapan kotak alphabeth online terhadap perkembangan kemampuan membaca permulaan pada anak Kelompok A di TK Pertiwi Gladagsari,Kecamatan Gladagsari, Kabupaten Boyolali
(Ha):Ada pengaruh penerapan kotak alphabet online terhadap perkembangan kemampuan membaca permulaan pada anak Kelompok A di TK Pertiwi Gladagsari, Kecamatan Gladagsari Kabupaten Boyolali.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (dua) bulan, yaitu mulai bulan November 2020 sampai Januari 2021.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di TK Pertiwi Gladagsari Desa Gladagsari Kecamatan Gladagsari Kabupaten Boyolali.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah anak didik TK Pertiwi Gladagsari berjumlah 10 anak,terdiri dari 5 anak laki-laki dan 5 anak perempuan.
C. Teknik Pengumpulan Data
Supaya mendapatkan data yang akan dijadikan acuan penelitian,maka peneliti menggunakan metode pengumpulan data observasi, dokumentasi, dan wawancara.
1. Observasi
Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran secara jelas mengenai kegiatan yang ada di TK Pertiwi Gladagsari Desa Gladagsari Kecamatan Gladagsari Kabupaten Boyolali, perilaku pendidik dan anak-anak yang mengikuti proses kegiatan di TK Pertiwi Gladagsari dan untuk mengetahui antusias anak-anak melalui proses kegiatan tersebut. Dalam pembelajaran menggunakan kotak alphabet ini dilakukan observasi partisipan. Dalam observasi partisipan, peneliti akan ikut dalam kegiatan yang diadakan. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar pengamatan atau panduan pengamatan. Objek yang diteliti observasi adalah aktivitas atau tingkah laku anak-anak ketika berada dalam kegiatan belajar menggunakan kotak alphabet. Hal ini untuk melihat bagaimana minat baca anak pada kegiatan tersebut.
2. Dokumentasi
Dokementasi yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa foto-foto anak saat proses pembelajaran berlangsung dan lembar kerja anak. Dari hasil Lembar kerja ini dapat dijadikan bukti sekaligus evaluasi terhadap perkembangan kemampuan membaca permulaan anak pada tahap pemahaman. Setiap kegiatan dari awal sampai akhir di ambil gambarnya untuk dokumen.
3. Wawancara
Wawancara tersebut meliputi sejumlah pertanyaan tentang sikap huruf – huruf , yaitu tentang huruf yang ada dan gambar pada huruf tersebut. Wawancara tersebut dapat dilakukan dengan cara guru memberikan pertanyaan – pertanyaan yang telah disediakan oleh peneliti pada saat anak melihat kotak alphabet.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini diuraikan sebagai berikut:
a. Data tentang situasi pembelajaran pada saat dilaksanakan pembelajaran dikumpulkan dengan menggunakan lembar pengamat observasi pada setiap siklus.
b. Dokumentasi aktivitas siswa (difoto menggunakan kamera HP) diambil pada setiap siklus.
D. Keabsahan Data
1. Identifikasi Variabel
Menurut sugiyono (2012 : 99 ), variabel adalah gejala – gejala yang menunjukkan variasi baik dalam jenis maupun dalam tingkatannya. Pendapat lain : variabel adalah gejala yang bervariasi dalam suatu penelitian ( Arikunto, 2012 : 99). Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa variabel adalah gejala yang bervariasi dalam objek penelitian, baik dipandang dari segi jenis maupun bentuknya. Dalam penelitian ini ada 2 variabel yang digunakan, yaitu variabel membaca permulaan dan metode kotak alphabet.
2. Indikator Penilaian
Sukmadinata (2010) definisi instrument penelitian menurutnya adalah sebuah tes yang memilki karakteristik mengukur informasi dengan sejumlah pertanyaan dan pernyataan dalam penelitian, yang bisa dilakukan dengan membuat garis besar tujuan penelitian dilakukan.Jenis instrument antara lain:
a. Wawancara
b. Observasi
c. Dokumentasi
d. Tes / Lembar Kerja Anak
3. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam peneltian ini adalah model spiral dari Kemmis & Mc Taggart ( Trianto, 2011 : 36) terdiri dari tiga siklus yang pada setiap siklusnya terdiri dari beberapa tindakan. PTK dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur yang terdiri dari 4 tahap, yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (action), observasi (observation), dan refleksi (reflection), yang dilaksananakan dalam bentuk siklus berulang dan setiap siklus harus terdapat keempat tahapan tersebut.
Berdasarkan alur penelitian tindakan kelas tersebut diatas, dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut :
1. Rencana Tindakan
Sebelum melaksanakan tindakan maka perlu tindakan persiapan. Kegiatan tahap ini adalah:
a. Peneliti yang merupakan guru kelas telah melakukan beberapa hal diantaranya:
1. Menentukan tema dan sub tema (tema dan sub tema apa yang akan digunakan dalam melakukan penelitian dengan media kotak Alphabet untuk meningkatkan perkembangan kemampuan membaca permulaan.
2. Membuat jadwal ( jadwal yang dibuat berdasarkan RPPH),
3. Menyiapkan media pembelajaran yaitu media kotak alphabet. Kotak alphabet yang dimuat didalamnya yaitu mengenai huruf – huruf alphabet.
4. Menyiapkan lembar observasi atau pengamatan yang memuat indikator/aspek perkembangan membaca permulaan.
2. Pelaksanakan Tindakan
Pelaksanaan tindakan merupakan deskripsi tindakan yang akan dilakukan, skenario kerja tindakan perbaikan akan dikerjakan dan prosedur tindakan yang akan di terapkan.
3. Observasi ( Observation )
Observasi adalah suatu proses mencermati jalannya pelaksanaan tindakan. Peneliti melakukan observasi secara langsung terhadap aktivitas kelas, yaitu suatu pengamatan langsung terhadap anak dengan memperhatikan tingkah lakunya dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan RPPH yang telah dibuat oleh peneliti.
4. Refleksi ( Reflection )
Pada tahap ini dilakukan analisis data yang telah diperoleh. Hasil analisis data yang telah ada dipergunakan untuk melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil yang ingin dicapai. Refleksi dimaksudkan sebagai upaya untuk mengkaji apa yang telah atau belum terjadi, apa yang dihasilkan, kenapa hal itu terjadi dan apa yang perlu dilakukan selanjutnya. Hasil refleksi yang digunakan untuk menetapkan langkah selanjutnya dalam upaya untuk menghasilkan perbaikan pada siklus selanjutnya.
Penelitian ini direncanakan terdiri dari 2 siklus tiap siklus dilaksanakan dua kali pertemuan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai, hasil observasi dan penilaian dalam setiap siklus sebagai dasar untuk menentukan tindakan yang tepat dalam rangka meningkatkan prestasi belajar.
E. Teknik Analisis Data
Teknis yang digunakan untuk mengolah dan menganalisis data dilakukan analisis deskriptif, yaitu peneliti menggambarkan data secara keseluruhan kemudian ditarik kesimpulan untuk disajikan dalam bentuk kata-kata ( Arikunto:2012 : 117 ). Hal ini berarti teknik analisis data yang digunakan adalah dengan cara kualitatif dari hasil observasi, baik dari peneliti maupun guru sebagai kolabirator kemudian dilakukan analisis deskripsi kualitatif berupa kata-kata guna menggambarkan hasil penelitian .Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan analisis isi (content analysis) yang diperoleh dari hasil wawancara dan untuk data hasil observasi dianalisis secara deskriptif. Proses analisis data diperoleh dengan menelaah seluruh data yang diperoleh dari lapangan, baik yang diperoleh dari metode wawancara, observasi, dan dokumentasi.
F. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian menjadi suatu hal yang penting dalam menjalankan sebuah penelitian. Menurut Wina Sanjaya (2009: 84), instrumen adalah alat yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Dalam penelitian ini, instrument yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Lembar Observasi
Lembar observasi berisikan daftar dari semua aspek yang akan diobservasi, sehingga obsever tinggal memberi tanda pada aspek yang diobservasi. Lembar observasi dibuat berdasarkan pendapat dari beberapa ahli mengenai kemampuan membaca permulaan yang diambil oleh peneliti dan disesuaikan dengan Permendikbud No 137 Tahun 2014. Berikut akan disajikan tabel kisi-kisi instrumen kemampuan membaca permulaan pada anak usia 4-5 tahun.
Tabel 3.1.Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Membaca Permulaan.
Variabel | Indikator |
kemampuan membaca permulaan | - menyebutkan simbol -simbol |
- mengenal suara –suara hewan atau benda di sekitarnya | |
- membuat coretan yang bermakna | |
- meniru (menuliskan dan mengucapkan huruf A – Z) |
Berdasarkan indikator tersebut dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan membaca permulaan anak. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain menyebutkan simbol-simbol huruf, membaca kata yang mempunyai huruf awal yang sama, menghubungkan gambar dengan kata, dan membaca gambar yang memiliki kalimat sederhana. Berikut akan disajikan tabel Rubrik Penilaian Membaca Permulaan.
Tabel 3.2. Rubrik Penilaian Kemampuan Membaca Permulaan
No. | Indikator | Skor | Deskripsi |
1 | Menyebutkan simbol- simbol huruf | BB | Anak mampu menyebutkan 1 -4 huruf vokal dan konsonan |
MB | Anak mampu menyebutkan 5 - 8 huruf vokal dan konsonan | ||
BSH | Anak mampu menyebutkan 9 - 12 huruf vokal dan konsonan | ||
BSB | Anak mampu menyebutkan 13 - 18 huruf vokal dan konsonan | ||
2 | Menyebutkan kata-kata yang memiliki huruf awal sama | BB | Anak mampu menyebutkan 1 -2 kata |
MB | Anak mampu menyebutkan 3 - 4 kata | ||
BSH | Anak mampu menyebutkan 5-7 kata | ||
BSB | Anak mampu menyebutkan 8-10 kata | ||
3 | Menghubungkan gambar dengan kata | BB | Anak mampu menghubungkan 1-2 gambar dengan kata |
MB | Anak mampu menghubungkan 3-4 gambar dengan kata | ||
BSH | Anak mampu menghubungkan 5 -7 gambar dengan kata | ||
BSB | Anak mampu menghubungkan 8 - 10 gambar dengan kata | ||
4 | Membaca gambar atau kata yang memiliki kata atau kalimat sederhana | BB | Anak hanya mampu membaca gambarnya saja |
MB | Anak mampu membaca gambar yang memiliki kalimat sederhana dengan bantuan penuh | ||
BSH | Anak mampu membaca gambar yang memiliki huruf depan sama | ||
BSB | Anak mampu menirukan sesuai dengan kalimat sederhana yang ada digambar |
G. Indikator Keberhasilan
Dalam penelitian ini alat ukur keberhasilan adalah dari kemampuan anak membaca dengan lancar, mampu menyampaikan ide-idenya, mampu menerima atau menangkap informasi yang disampaikan orang lain. Penelitian ini bisa dikatakan berhasil apabila anak mencapai standar keberhasilan 75% - 80%. Instrumen penelitian yang berupa skala penilaian diskriptif dikaji dan dikonsultasikan antara peneliti dengan dosen pembimbing untuk mendapatkan keabsahan atau validasi data.
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan anak dalam pembelajaran membaca permulaan yang dilihat selama proses pembelajaran berlangsung, maupun dari peningkatan persentase hasil kemampuan anak. Keberhasilan penilaian tindakan kelas ini ditandai dengan adanya perubahan kearah perbaikan. Adapun keberhasilan akan terlihat apabila kegiatan membaca permulaan menggunakan media kotak alphabet memiliki peningkatan. Kriteria keberhasilan dalam penelitian ini adalah apabila 75% dari jumlah anak mendapat nilai dengan kriteria baik. Berikut pedoman acuan menurut Acep Yoni (2010: 175) yang dikembangkan oleh peneliti dan dijadikan acuan dalam penelitian: Tabel 3. Kriteria Keterampilan Membaca Anak TK No. Persentase Kriteria 1. 75% - 100% Baik 2. 50% - 74.99% Cukup baik 3. 25% - 49,99% Kurang baik 4. 0% - 24,99% Tidak baik. Tindakan dalam penelitian ini akan dikataan berhasil jika kemampuan membaca permulaan anak mengalami peningkatan sebesar 75% dari jumlah anak kelompok A di TK Pertiwi Gladagsari.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di TK Pertiwi Gladagsari Desa Gladagsari Kecamatan Gladagsari Kabupaten Boyolali yang merupakan salah satu TK swasta dari sejumlah TK di Desa Gladagsari Kabupaten Boyolali. TK Pertiwi Gladagsari Desa Gladagsari tediri dari 2 (dua) kelompok belajar yaitu kelompok A dan B dengan waktu penyelenggaraan di pagi hari. Selain kegiatan intrakulikuler (kegiatan belajar mengajar di kelas), TK Pertiwi Gladagsari Desa Gladagsari juga menyelenggarakan kegiatan ekstrakulikuler guna mendukung kemajuan perkembangan belajar anak di luar kegiatan intrakulikuler. Kegiatan ekstrakuriler meliputi: menari, dan drum band.
Hasil Penelitian
1. Deskripsi Data PraSiklus
Berdasarkan hasil pengamatan awal sebelum dilakukan tindakan untuk Peningkatankemampuan membaca permulaan melalui metode peran video dengan media kotak alphabet di masa tatanan new normal pada anak Usia 4-5tahun di TK Pertiwi Gladagsari Desa Gladagsari, maka dapat dikemukakan beberapa hal yang intinya masih ada anak yang belum mampu mengembangkan bahasa, yaitu dari 10 anak ada 8 anak atau 80% yang belum menguasai membaca permulaan dan 2 atau 20%sudah mampu mengusai membaca permulaan dengan benar, sehingga perlu dilakukan sebuah tindakan agar kemampuan membaca permulaan pada anak dapat meningkat.
Berdasarkan pedoman observasi lampiran 1, maka kondisi awal atau pra siklus sebelum dilakukan penelitian (tindakan) sesungguhnya dapat diperoleh skor seperti pada lampiran 4. Namun sebelum dilakukan analisis hasil observasi lampiran 1 perlu dilakukan langkah-langkah proses perhitungan sebagai berikut:
a. Menghitung skor instrumen: 4 x 4 = 16.
b. Menghitung skor instrumen minimal: 4 x 1 = 4.
c. Menentukan range (r); yaitu skor maksimal–skor minimal: 20 – 4 = 16.
d. Menetapkan kriteria, dalam hal ini peneliti tetapkan ada 4 (empat), yaitu: berkembang sangat baik (BSB); berkembang sesuai harapan (BSH); mulai berkembang (MB), dan belum berkembang (BB).
e. Menentukan interval, yakni; range/kriteria: 10/4 = 2,5.
f. Membuat tabel rentang dan kriteria nilai, seperti pada tabel berikut.
Tabel 4.3:Deskripsi Persentase Kemampuan Membaca Permulaan Anak
No | Interval | Kriteria | Frekuensi | Persentase (%) |
1 | 13,50 – 16,00 | BSB | - | - |
2 | 10,99 – 13,49 | BSH | - | - |
3 | 8,48 – 10,98 | MB | - | - |
4 | 5,98 – 8,46 | BB | - | - |
Jumlah |
Sumber: Data primer yang diolah, 2020.