Anak usia dini sering disebut dengan anak usia prasekolah yang hidup pada masa anak-anak awal dan masa peka. Masa ini merupkan masa yang paling tepat untuk meletakkan dasar pertama dan utama dalam mengembangkan berbagai potensi anak. Anak usia dini berada pada tahap ready to use untuk dibentuk oleh orang tua, pendidik PAUD, dan masyarakatnya. Anak usia dini sudah memiliki kesiapan untuk merespons berbagai stimulasi edukatif yang diberikan oleh orang tua, pendidik PAUD dan masyarakat. Dalam pasal 28 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2013 ayat I, disebutkan bahwa yang termasuk anak usia dini adalah anak yang masuk dalam rentang usia 0-6 tahun. Anak usia dini ialah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Yaitu, pola pertumbuhan dan perkembangan (koordinasi motorik kasar dan halus), intelegensi (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual), sosial emosional (sikap dan perilaku serta agama), bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 14 menyatkan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Masa keemasan (golden age ) pada anak adalah masa pada saat usia dini atau pra sekolah, dimana masa lima tahun pertama adalah masa pesatnya perkembangan motorik anak (Sujiono,dkk, 2019: 1.3). Perkembangan motorik erat kaitannya dengan perkembangan pusat motorik di otak. Keterampilan motorik berkembang sejalan dengan kematangan syaraf dan otot. Oleh karena itu setiap gerakan yang dilakukan sesederhana mungkin sebenarnya merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol otak. Kemampuan motorik anak akan terlihat secara jelas melalui berbagai gerakan yang dapat mereka lakukan.
Dalam perkembangannya, mototik kasar berkembang lebih dulu daripada motorik halus. Hal ini dapat terlihat saat anak sudah dapat menggunakan otot-otot kakinya untuk berjalan sebelum ia dapat mengontrol tangan dan jari-jarinya untuk menempel,menggunting, meronce, dan melipat.
Gerakan motorik halus merupakan gerakan yang hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, seperti keterampilan menggunakan jari tangan dan gerakan pergelangan tangan. Oleh karena itu, gerakan ini tidak begitu membutuhkan tenaga, akan tetapi gerakan ini membutuhkan koordinasi mata dan tangan cermat. Dengan mengembangkan motorik halus anak akan menjadi dasar kemampuan yang sensitif bagi anak terhadap gejala-gejala yang melengkapi kehidupan anak baik masa anak-anak maupun setelah dewasa yang berkaitan denga ketelitiaa berkarya, mereka akan mudah dan cepat tanggap terhadap apa yang pada lingkungan disekelilingnya sehingga merek akan terampil menyesuaikan diri dalam merespon gejalanya.
Dalam peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan republik Indonesia nomor 137 tahun 2014 tentang tingkat pencapaian perkembangan motorik halus anak usia 4-5 tahun diantaranya adalah mengontrol gerakan tangan yang menggunakan otot halus menjumput, mengelus, mencolek, mengepal, memelintir, memilin,memeras).Mengontrol gerakan tangan dalam pembelajaran TK dapat dilakukan melalui kegiatan kolase.Kegiatan menempel atau kolase ini menarik minat anak-anak karena mereka bisa meletakkan dan merekatkan sesuatu sesuka mereka (Moeslichatoen, 2004). Senada dengan hal tersebut, Seedfeldt dan Wasik (2008) menuturkan bahwa, kolase dengan produknya yang cepat dan bermotif, berefek tiga dimensi adalah kesukaan anak-anak usia 3-5 tahun. Berbagai macam benda dapat digunakan untuk membuat kolase. Bahan-bahan ringan bisa ditempelkan pada kertas biasa atau karton.
Proses dalam kegiatan menempel atau kolase mempunyai tujuan motorik yang sangat nyata, karena dalam menempel potongan gambar diperlukan ketelitian, kesabaran, keterampilan dalam proses penempelan gambar. Pada tahap ini memerlukan kemampuan tersendiri, karena kegiatan menempel bagi AUD bukan hal yang mudah. Pendidik perlu membimbing dengan ikut melakukan penempelan, bahkan ikut memegangi tangan anak bagaimana menempel, mengelem, agar tidak sampai lemmengenai bagian lain yang mengakibatkan rusak atau terjadi hal yang tidak diinginkan.
Dalam pembelajaran di TK TA BAHARI 02 GEMPOLSEWU khususnya di kelas A sebanyak 13 anak. Kemampuan motorik halus anak belum berkembang dengan optimal, ada sekitar 10 anak mengalami kesulitan dalam mengontrol gerakan tangan yang menggunakan otot halus khususnya dalam kegiatan kolase anak masih belum bisa menempel bahan kolase dengan sempurna. Kasus tersebut mengidentifikasikan bahwa anak kelompok A1 mengalami kesulitan dalam kemampuan motorik halusnya.
Dalam kegiatan bermain kolase memiliki tujuan melatih keterampilan jari-jemari, anak sehingga saat menulis jari-jemari anak sudah lentur. Dengan bermain kolase anak bisa mulai menggerakkan jari-jarinya, menyentuh, mencolek, menekan, dll.
Dari pemaparan latar belakang masalah di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa masih terdapat kesulitan pada anak usia 4-5 tahun dalam melakukan kegiatan kolase khususnya pada siswa kelompok A TK TA BAHARI 02 GEMPOLSEWU. Untuk itu diperlukan adanya tindakan lebih lanjut dalam menangani hal tersebut. Agar penelitian ini lebih terarah dan mencegah terjadinya perluasan pembahasan, maka perlu adanya pembatasan masalah. Dalam penelitian ini dibatasi hal-hal berikut: kemampuan motorik halus anak usia 4-5 tahun dan kegiatan kolase. Sehingga peneliti memfokuskan pada kemampuan motorik halus anak usia 4-5tahun denganmengambil judul Upaya MeningkatkanKemampuan Motorik Halus Melalui Kegiatan Kolase Dengan Media Daun Pada Anak Kelompok A TK TA BAHARI 02 GEMPOLSEWU Tahun Ajaran 2020/2021.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana meningkatkan kemampuan motorik halus anak melalui kegiatan kolase dengan media daun pada anak kelompok A TK TA BAHARI 02 GEMPOLSEWU TAHUN AJARAN 2020/2021.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang rumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian adalah:
- Mengetahui kemampuan motorik halus anak TK TA BAHARI 02 GEMPOLSEWU dalam kegiatan kolase dengan media daun
- Mengetahui hasil pembelajaran perkembangan motorik halus anak dalam kegiatan kolase.
D. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan, hasil penelitian diharapkan mampu memberikan kontribusi yang baik bagi siswa, guru, peneliti dalam memperbaiki proses pembelajaran kolase pada anak kelompok A TK TA BAHARI 02 GEMPOLSEWU.
- Bagi Anak - Dapat meningkatkan kemampuan fisik motorik halus anak melalui kegiatan kolase dengan media daun pada anak kelompok A.
- Bagi Guru - Menambah pengetahuan dan mengembangkan kemampuan guru dalam ciptakan media permainan yang edukatif dalam kegiatan belajar mengajar, dapat memotivasi belajar anak dalam kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien.
- Bagi Sekolah - Kemampuan guru dalam melakukan PTK dengan berbagai strategi perbaikan pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan secara optimal.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas Menurut Para Ahli
Penelitian tindakan kelas merupakan terjemahan dari Classroom Action Research yaitu Action Research yang dilakukan di kelas melalui refleksi untuk memperbaiki hasil belajar siswa sehingga hasil belajar siswa meningkat.
Action Research, sesuai dengan arti katanya, diterjemahkan menjadi penelitian tindakan, yang oleh Carr & Kemmis (McNiff, 1991, p.2) didefinisikan sebagai berikut ( IGAK Wardhani, 2019:1.4) :
- Penelitian tindakan adalah satu bentuk inkuiri atau penyelidikan yang dilakukan melalui refleksi diri.
- Penelitian tindakan oleh peserta yang terlibat dalam situasi yang di teliti, seperti ; guru, siswa, atau kepala sekolah.
- Penelitian tindakan dilakukan dalam situasi sosial, termasuk situasi pendidikan.
- Tujuan penelitian tindakan adalah memperbaiki dasar pemikiran dan kepantasan dari praktik-praktik, pemahaman terhadap praktik tersebut, serta situasi atau lembaga tempat praktek tersebut dilaksanakan.
Menurut Rapoport dan Hopkins, pengertian penelitian tindakan kelas adalah penelitian untuk membantu seseorang dalam mengatasi secara praktis persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat dan membantu pencapaian tujuan ilmu sosial dengan kerjasama dalam kerangka etika yang di sepakati bersama.
Sedangkan menurut Rochman Natawijaya PTK adalah kajian terhadap permasalahan praktis yang bersifat situasional dan kontekstual, yang ditujukan untuk menentukan tindakan yang tepat dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi, atau memperbaiki sesuatu. Sementara itu, menurut pendapat Suyanto PTK adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan- tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan/atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara profesional.
2. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Menurut Wardhani, dkk (2019:1.5) karekteristik penelitian tindakan kelas (PTK) adalah sebagai berikut :
- Adanya masalah dalam PTK dipicu oleh munculnya kesadaran pada diri guru bahwa praktik yang dilakukannya selama ini mmepunyai masalah yang perlu diselesaikan.
- Self-reflective inquiry atau penelitian melalui refleksi diri merupakan ciri PTK paling sensial.
- Penelitian tindakan kelas dilakukan di dalam kelas, sehingga fokus penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran berupa perilaku guru dan siswa dalam melakukan interaksi.
- Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memperbaiki pembelajaran.
3. Manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Penelitian tindakan kelas (PTK) mempunyai manfaat yang cukup besar, baik bagi guru, pembelajaran maupun bagi sekolah, diantaranya sebagai berikut (IGAK Wardhani, 2019:1.19-1.25) :
1. Manfaat PTK bagi Guru antara lain sebagai berikut :
- PTK dapat dimanfaatkan oleh guru untuk memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya karena sasaran akhir PTK adalah perbaikan pembelajaran.
- Dengan melakukan guru dapat berkembang secara profesional karena dapat menunjukkan bahwa ia mampu menilai dan memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya.
- PTK membuat guru lebih percaya diri.
- Melalui PTK, guru mendapat kesempatan untuk berperan aktif dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sendiri.
2. Manfaat PTK bagi Pembelajaran/Siswa
Menurut (Raka Joni, Kardiawarman, & Hadisubroto, 1998) PTK mempunyai manfaat yang sangat besar bagi pembelajaran karena tujuan PTK adalah memperbaiki pembelajaran dengan sasaran akhir memperbaiki belajar siswa. Dengan adanya PTK kesalahan dalam proses pembelajaran akan cepat dianalisis dan diperbaiki, hasil belajar siswa diharapkan akan meningkat.
3. Manfaat PTK bagi Sekolah
Menurut Hargreaves (dalam Hopkins 1993), sekolah yang berhasil mendorong terjadinya inovasi pada diri para guru telah berhasil pula meningkatkan kualitas pendidikan untuk para siswa. Sekolah yang para gurunya sudah mampu membuat perubahan/perbaikan mempunyai kesempatan yang besar untuk berkembang pesat.
Dengan terbiasanya para guru melakukan PTK, berbagai strategi/teknik pembelajaran dapat dihasilkan dari sekolah ini untk disebarluaskan kepada sekolah lain. Dengan demikian, sekolah mempunyai kesempatan yang besar untuk berubah secara menyeluruh. Dalam konteks ini, PTK memberikan sumbangan positif terhadap kemajuan sekolah yang tercermin dari peningkatan kemmapuan profesional para guru, perbaikan proses dan hasil belajar siswa, serta kondusifnya iklim pendidikan di sekolah tersebut.
4. Langkah-Langkah Penelitian Tindakan Kelas
Langkah-langkah dalam PTK merupakan satu daur ulang atau siklus yang terdiri dari (IGAK Wardhani, 2019:2.4) :
- Merencanakan Perbaikan - Untuk merencanakan perbaikan terlebih dahulu perlu dilakukan identifikasi masalah serta analisis dan perumusan masalah.
- Melaksanakan Tindakan - Melakukan tindakan merupakan realisasi dari rencana yang kita buat. Pelaksanakan tindakan dimulai dengan mempersiapkan rencana pembelajaran dan skenario tindakan.
- Mengamati - Agar tindakan yang kita lakukan dapat kita ketahui kualitasnya, kita perlu melakuan pengamatan. Berdasarkan pengamatan ini kita akan dapat menentukan apakah ada hal-hal yan harus segera diperbaiki agar tindakan dapat mencapai tujuan yang kita inginkan.
- Melakukan refleksi - Refleksi sebagai tindakan akhir adalah kita mencoba melihat/merenungkan kembali apa yang telah kita lakukan dan apa dampaknya bagi proses belajar siswa.
B. Pengertian dan Karakteristik Anak Usia Dini
1. Pengertian Anak Usia Dini
Batasan tentang anak usia dini antara lain disampaikan oleh NAEYC (National Association for The Education of Young Children), yang mengatakan bahwa anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang 0-8 tahun, yang tercakup dalam program pendidikan di taman penitipan anak, penitipan anak pada keluarga (family child care home), pendidikan prasekolah baik swasta maupun negeri, TK, dan SD (NAEYC, 1992).
Sedangkan Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasat 1 ayat 14 ( Depdiknas, 2003) menyatakan bahwa pendidikan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Aisyah, dkk, 2014:1.3).
2. Karakteristik Anak Usia Dini
Secara psikologis anak usia dini memiliki karakteristik yang khas dan berbeda dengan anak yang usianya di atas delapan tahun. Anak usia dini yang unik memiliki karakteristik sebagai berikut (Suryana, 2017:1.8) :
- Anak Bersifat Egosentris - Pada umumnya anak masih bersifat egosentris, ia melihat dunia dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri. Hal itu bisa diamati ketika anak saling berebut mainan, atau menangis ketika menginginkan sesuatu namun tidak dipenuhi oleh orang tuanya. Karakteristik ini terkait dengan perkembangan kognitif anak.
- Anak Memiliki Rasa Ingin Tahu (Curiosity) - Anak berpandangan bahwa dunia ini dipenuhi hal-hal yang menarik dan menakjubkan. Hal ini mendorong rasa ingin tahu (curiosity) yang tinggi. Rasa ingin tahu anak sangat bervariasi, tergantung apa yang menarik perhatiannya.
- Anak Bersifat Unik - Anak memiliki keunikan sendiri seperti dalam gaya belajar, minat, dan latar belakang keluarga. Keunikan dimiliki oleh masing- masing anak sesuai dengan bawaan, minat, kemampuan, dan latar belakang budaya serta kehidupan yang berbeda satu sama lain.
- Anak Memiliki Imajinasi dan Fantasi - Anak memiliki dunia sendiri, berbeda dengan orang di atas usianya. Mereka tertarik dengan hal-hal yang bersifat imajinatif sehingga mereka kaya dengan fantasi. Terkadang mereka bertanya tentang sesuatu yang tidak dapat ditebak oleh orang dewasa, hal ini disebabkan mereka memiliki fantasi yang luar biasa dan berkembang melebihi dari apa yang dilihatnya.
- Anak Memiliki Daya Konsentrasi Pendek - Pada umumnya anak sulit untuk berkonsentrasi pada suatu kegiatan dalam jangka waktu yang lama. Rentang konsentrasi anak usia lima tahun umumnya adalah sepuluh menit untuk dapat duduk dan memperhatikan sesuatu secara nyaman.
3. Karakteristik Anak Usia Taman Kanak-Kanak
Kartini Kartono dalam Syamsu Yusuf (2002) mengungkapkan ciri khas anak masa kanak-kanak sebagai berikut (Suryana, 2017:1.38):
- Bersifat Egosentris Naif - Seorang anak yang egosentris naif memandang dunia luar dari pandangannya sendiri, sesuai dengan pengetahuan dan pemahamannya sendiri, dibatasi oleh perasaan dan pikirannya yang masih sempit.
- Relasi Sosial yang Primitif - Relasi sosial yang primitif merupakan akibat dari sifat egosentris yang naif. Ciri ini ditandai oleh kehidupan anak yang belum dapat memisahkan antara keadaan dirinya dengan keadaan lingkungan sosial sekitarnya. Anak pada masa ini hanya memiliki minat terhadap benda-benda dan peristiwa yang sesuai dengan daya fantasinya. Anak membangun dunianya dengan khayalan dan keinginannya sendiri.
- Kesatuan Jasmani dan Rohani yang Hampir Tidak Terpisahkan Dunia - lahiriah dan batiniah anak belum dapat dipisahkan, anak belum dapat membedakan keduanya. Isi lahiriah dan batiniah masih merupakan kesatuan yang utuh. Penghayatan anak terhadap sesuatu dikeluarkan atau diekspresikan secara bebas, spontan, dan jujur baik dalam mimik, tingkah laku, maupun bahasanya.
- Sikap Hidup yang Fisiognomis - Anak bersikap fisiognomis terhadap dunianya, artinya secara langsung Anak memberikan atribut/sifat lahiriah atau sifat konkret, nyata terhadap apa yang dihayatinya.
C. Hakekat Kemampuan Berhitung Permulaan
D. Media
E. MediaBahan Alam
BAB III PELAKSANAAN PERBAIKAN
A. Subjek Penelitian
1. Tempat : TK TA BAHARI 02 Gempolsewu
Alamat : Dukuh Randusari RT. 02 / RW. 13 Desa Gempolsewu Kec. Rowosari Kab. Kendal
Usia : 4-5 Tahun
Tema : Binatang dan Tanaman
Bidang Pengembangan : kegiatan kolase
2. Waktu Pelaksanaan
Jadwal pelaksanaan perbaikan pembelajaran terdiri dari 2 siklus:
a. Siklus I
Hari, tanggal : Senin-Jum’at, 2-6 november 2020
Pukul : 08.00-10.00
b. Siklus II
Hari, tanggal : Senin-jum’at, 10-14 november 2020
Pukul : 08.00-10.00
3. Karakteristik Anak Kelompok A TK TA BAHARI 02 Gempolsewu
Penelitian ini dilakukan pada anak didik kelompok A usia 4-5 tahun di TK TA BAHARI 02 Gempolsewu yang berjumlah 13 anak. Latar belakang anak didik sangat bervariatif, apalagi mereka berada di lingkungan masyarakat nelayan sehingga kemampuan belajar anakpun berbeda-beda.
Kemampuan anak di kelompok usia 4-5 tahun dilihat dari kemampuan belajar masih sangat rendah. Dari 13 anak terdapat 1anak yang berkembang sangat baik (BSB), 1 anak berkembang sesuai harapan (BSH), 5 anak mulai berkembang (MB), 6 anak belum berkembang (BB).
B. Deskripsi Per Siklus
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
B. Pembahasan Hasil Penelitian
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pembelajaran kemampuan menempel/kolase pada anak menggunakan media daun, dapat disimpulkan sebagai berikut :
Kemampuan motorik halus anak melalui kegiatan kolase dengan media daun pada kelompok A TK TA BAHARI 02 Gempolsewu mengalami peningkatan. Nilai rata-rata yang dicapai anak pada pra siklus menunjukkan ketuntasan 16% atau hanya sebanyak 2 anak dengan nilai BSH 1anak dan nilai BSB 1 anak. Pada siklus I, ketuntasan dengan nilai BSB 23% atau sebanyak 3 anak dan sebanyak 2 anak atau 15% dengan nilai BSH. Pada siklus II, nilai ketuntasan menjadi 11 anak atau 85% dengan nilai BSB sebanyak 8 anak (62%) dan nilai BSH sebanyak 3 anak (23%). Maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran meningkatkan kemampuan motorik halus anak melalui kegiaatan membuat kolase dengan media daun menggunakan pada kelompok A di TK TA Bahari 02 Gempolsewu sudah berhasil karena sudah sesuai dengan indikator kinerja yang ditetapkan yaitu 85%.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh peneliti berdasarkan simpulan hasil penelitian adalah seperti berikut :
a. Bagi Anak Didik
- Supaya lebih termotivasi untuk meningkatkan kemampuan motorik halus melalui kegiatan kolase dengan menggunakan media daun, sehingga hasil belajar lebih meningkat.
- Supaya lebih mengembangkan rasa keingintahuan pada anak sebagai dasar pembelajaran ditingkat selanjutnya.
b. Bagi Guru
- Diharapkan dapat menggunakan media yang lebih kreatif dan inovatif dengan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar sehingga tercipta pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik.
- Diharapkan bisa menciptakan permainan yang menarik minat anak sehingga pembelajran tidak berpusat pada guru.
c. Bagi Sekolah
- Diharapkan untuk menambah alat permainan edukatif atau APE sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai tujuan yang akan dicapai.
- Diharapkan untuk pendidik mengikuti pelatihan agar mampu mengelola kelas dengan baik sesuai hakikat pendidikan anak usia dini.
d. Bagi Orang Tua
- Diharapkan bisa menambah pengetahuan tentang perkembangan motorik halus anak.
- Diharapkan bisa menstimulasi terhadap perkembangan anak ketika dirumah.