Sebagai seorang hamba, kita diharuskan untuk mengerjakan segala sesuatunya untuk dipersembahkan kepada tuannya, yakni Allah yang maha suci dan kuasa. Kita harus total dalam mengerjakan semua yang diperintahkan Allah. Oleh karenanya, perkara niat itu penting untuk diperhatikan. Sebab, niat itu kerja hati yang bisa meng-orientasi-kan pikiran dan tubuh untuk mengerjakan segala hal.
Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Taimiyyah dalam kitab “Tazkiyatun Nufus “ bahwa hakekat niat yaitu bukanlah seseorang mengucapkan sesuatu yang keluar dari kedua bibirnya (seperti ucapan, ” Nawaitu : saya berniat…”), namun yang menjadi sebuah hakekat niat yaitu dorongan hati yang senantiasa mengalir seiring dengan ketaatan kepada Allah. Barangsiapa yang hatinya terdominasi dengan perkara agama, maka dia akan dimudahkan untuk mewujudkan niatnya untuk beramal sholeh.
Lebih lanjut, Sebenarnya hati seperti inilah yang akan condong untuk berbuat kebaikan. Sebab, hati tersebut terdorong kepada amalan-amalan sholeh. Akan tetapi sebaliknya, barangsiapa yang hatinya condong kepada perkara duniawi saja, maka dia tidak akan merasakan kemudahan dalam melangsungkan amalan tersebut. Bahkan untuk hanya dengan melakukan kewajiban yang sudah Allah tetapkan pun dia akan kesulitan, kecuali dengan upaya yang sangat keras.
Dalam perkara niat, salah satu cara mudah untuk mensucikan niat kita adalah terus menerus mengingat bahwa kita hidup itu karena Allah dan tugas kita cuma beribadah kepadaNya. Jadi segala aktivitas sehari-hari kita, mulai dari bangun tidur, shalat, makan, kerja, sekolah, berorganisasi, kumpul dengan keluarga sampai tidur lagi itu harus diniatkan dalam hati bahwa “saya niat melakukan …………. karena Allah dan untuk Allah”.
Jika kita niat seperti di atas, maka Insya Allah, apa yang kita kerjakan akan dilapangkan jalannya. Minimal ketika melakukan sesuatu, kita tak terbebani ekspektasi atau harapan hasil yang akan dicapai. Ini penting, sebab jika niat kita benar, maka langkah kita menjadi mantap dan ringan serta tak begitu pusing memikirkan duniawi yang mengitari.
Seperti contoh, kita mau berangkat kerja atau berdagang, niat kita ingin mencari uang yang banyak. Maka bisa dipastikan, kita akan merasa terbebani dengan niat tersebut ketika kita belum dapat uang yang banyak. Mungkin bisa kita mendapatkan uang banyak setelah itu. Namun sesungguhnya dengan niat seperti di atas, kita cuma dapat uangnya saja, tapi keberkahannya tidak. Berbeda dengan niat ikhlas karena Allah, pasti Allah lapangkan urusanmu dan berkahi hasilnya. Di samping itu, kita tak terbebani dengan niat tersebut, karena memang kita menjalankan perintah kebaikannya Allah. Jadi biar Allah kasih hasil yang baik menurutNya untuk kita.
Nabi SAW pun pernah menerangkan tentang pentingnya niat dan hasil niatnya itu dalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari jalan Umar bin Khattab.
Baca Juga: Cinta Sejati Itu Karena Allah
عَنْ أَمِيْرِ اْلُمْؤمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بنِ اْلخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللِه يَقُوْلُ: إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالِّنيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلىَ اللهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Dari Amiril mukminin Abi Hafsoh Umar bin Khattab -radhiyallahu ‘anhu- dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “ Sesungguhnya segala amal pekerjaan itu [diterima atau tidaknya di sisi Allah] hanyalah tergantung kepada niatnya, dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang telah diniatkannya, maka barangsiapa yang berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya,maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang berhijrah untuk mendapatkan dunia atau seorang wanita yang akan dia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang dia niatkan. (HR. Muttafaq ‘alaih)