Menikah itu termasuk sebuah ibadah yang dinilai begitu penting dalam agama Islam. Begitu pentingnya menikah, seakan-akan itu ibadah yang nyaris sebagai penyempurna manusia di dunia. Sebab dengan menikah, ada banyak amal yang bernilai ibadah. Maka sebelum memutuskan menikah luruskan dulu niat dan tujuan nikah.
Dua insan yang saling mencintai seyogyanya tak melandasi pernikahan dengan nafsu syahwat belaka. Atau memiliki tujuan nikah yang bersifat keduniawian belaka. Sungguh, orang yang semacam itu akan merugi. Contohnya, ingin menikah dengan pasangannya, tujuannya ingin mendapatkan kekayaan dan status sosial yang tinggi, membalas budi dan lain sebagainya. Karena itu semua bukanlah tujuan nikah yang dikehendaki Islam.
Pentingnya tujuan nikah telah banyak disampaikan oleh Allah dan RasulNya melalui al-Qur’an dan hadist. Pedoman dan ajaran yang ada itu tak lain dan tak bukan hanya untuk kebaikan, kebahagiaan dan kelangsungan manusia itu sendiri. Jangan sampai tujuan nikah dalam Islam itu, tertimbun dengan rencana atau angan-angan kedua mempelai yang menikah Seperti mau rumah berdua yang bagaimana, membangun bisnis apa, menyekolahkan anak dimana, manajemen keuangannya seperti apa dan lain sebagainya.
Pikiran-pikiran di atas sebenarnya akan mengaburkan tujuan nikah yang sudah ditetapkan Islam. Sebuah pernikahan bukan hanya mengintegrasikan dua hati dan menyangkut suatu kesatuan yang luhur dalam berumah tangga saja. Justru ada tujuan nikah dalam Islam yang seharusnya direnungi dan dipahami bagi orang yang belum menikah dan pasangan yang baru menikah.
Berikut 4 tujuan nikah dalam Islam menurut AlQuran dan hadis, agar tak salah arah dan tujuan yang bisa mengakibatkan keburukan bagi yang bersangkutan.
Melaksanakan Perintah Allah dan RasulNya
Tujuan nikah dalam Islam yang paling utama yakni menjalankan perintah Allah SWT. Sebagai seorang hamba Allah, manusia wajib meyakini setiap perintah Allah pasti mengandung kemaslahatan, termasuk menikah ini. Selain itu, menikah juga banyak diidamkan dan dijalani manusia. Sebab ibadah ini terasa sangat menyenangkan. Betapatidak, di dalam menikah, ada saling mengasihi dan menyayangi pasangannya dengan berbagai bentuk dan aktivitasnya.
Allah pun tak ketinggalan menjamin hamba-hambaNya yang menjalani pernikahan dengan rezeki yang dapat mencukupkannya. Sebagaimana firman Allah QS. An-Nur Ayat 32.
"Dan menikahlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang ideal (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Apabila mereka miskin, Allah akan mencukupkan mereka dengan anugerahkan-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui."
Selain perintah Allah, tujuan nikah berikutnya ialah mengikuti sunnah nabi SAW. Sebagai seorang hamba Allah akhir zaman ini, pastilah manusia menginginkan diakui sebagai umat nabi Muhammad SAW. Maka inilah salah satu cara agar diakui sebagai umat beliau. Sebagaimana sabda nabi SAW:
"Menikah adalah sunnahku, barangsiapa yang tidak mengamalkan sunnahku, bukan bagian dariku. Maka menikahlah kalian, karena aku bangga dengan banyaknya umatku (di hari kiamat)."
(HR. Ibnu Majah)
Menyempurnakan Agama
Tujuan nikah kedua yakni menyempurnakan agama. Memang, pasca menikah, kehidupan pasangan suami istri akan berubah. Di setiap bercanda dengan penuh kasih sayang saja bernilai pahala. Apalagi ditambah soal menafkahi, merawat dan mendidik keturunannya dengan penuh tanggungjawab. Pastilah pahalanya akan mengalir terus. Sebaliknya, jika orang yang tak menikah, ganjaran-ganjaran kebaikan itu tak diperolehnya. Makanya menikah itu sebagai ibadah penyempurna dalam agama. Sebagaimana sabda nabi SAW:
"Barangsiapa menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh ibadahnya (agamanya). Dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah SWT dalam memelihara yang sebagian sisanya."
(HR. Thabrani dan Hakim)
Mendapatkan Keturunan yang beriman
Tujuan nikah ketiga ini yakni agar banyak lagi makhluk dari jenis manusia beriman kepada Allah. Syaratnya jelas, orang tuanya harus beriman dan bertaqwa kepada Allah. Makanya sebelum menikah, tiap pasangan wajib menata diri, perbaiki diri dan bersama-sama komitmen menikah atas nama Allah. Dengan begitu dalam proses pernikahan, mendapatkan keturunan, merawat, mendidik dan sampai kepada menikahkan anak itu dijaga dan diberi rizeki serta anugerah dari Allah SWT. Sebagaimana dua firman Allah di bawah ini:
"Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya."
(QS. At-Thur ayat 21).
"Allah menjadikan kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?."
(QS. An-Nahl ayat 72)
Penyenang dan Penenang Hati
Tujuan nikah keempat ialah agar setiap orang merasakan ketenangan dan kesenangan hati dalam hidup. Sebab, manusia yang sendiri cenderung akan merasa goyah dan tak tenang ketika menjalani hidup. Ia akan terombang ambing dengan nafsunya, lingkungan pergaulannya dan kebiasaannya. Namun ketika sudah menikah, manusia akan lebih bisa menata dan memperbaiki diri, tenang dalam bersikap dan bertanggungjawab dalam bertindak. Karena manusia dalam menjalani pernikahan, otomatis ia memperjuangkan nilai-nilai kebaikan dan bermanfaat bagi orang lain. Sebagaimana dua firman Allah dan sabda nabi SAW di bawah ini:
"Ya Tuhan kami, karunikanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa."
(QS. Al-Furqon ayat 74)
"Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia ciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang."
(QS al-Rum [30]: 21)
"Wahai para pemuda, jika kalian telah mampu, maka menikahlah. Sungguh menikah itu lebih menentramkan pandangan dan kelamin. Bagi yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa bisa menjadi tameng baginya."
(HR. Bukhari No. 4779)
Baca Juga: Hukum Membatalkan Lamaran dan Konsekuensinya